Redaksi Pewarta.co.id
Jumat, November 14, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
| Ilustrasi. Saldo digital di platform e-wallet. (Foto: Dok. Prostock-Studio) |
PEWARTA.CO.ID — Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan bakal memiliki kewenangan lebih luas untuk mengakses informasi keuangan masyarakat, termasuk saldo dompet digital dan rekening uang elektronik, mulai tahun 2026.
Kebijakan ini merupakan bagian dari pembaruan regulasi perpajakan agar selaras dengan standar transparansi keuangan internasional.
Rencana perluasan akses tersebut akan dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) baru yang menggantikan PMK Nomor 70/PMK.03/2017. Aturan anyar itu telah ditetapkan Dirjen Pajak Bimo Wijayanto pada 22 Oktober 2025.
Selain memperbarui struktur regulasi lama, aturan ini juga menjadi bukti komitmen Indonesia dalam kerja sama pertukaran informasi global.
Pemerintah sebelumnya telah menandatangani Addendum to the CRS MCAA pada 19 November 2024 sebagai bagian dari kesepakatan internasional antaryurisdiksi.
"Berisi komitmen Indonesia bersama negara/yurisdiksi penandatangan lainnya untuk mengimplementasikan AEOI CRS (Automatic Exchange of Information on Financial Account Common Reporting Standard) berdasarkan Amended CRS mulai tahun data 2026 yang akan dipertukarkan di 2027," dikutip dari pengumuman yang ditetapkan Dirjen Pajak Bimo Wijayanto.
DJP menjelaskan bahwa kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari pembaruan standar yang dikeluarkan Organisation for Economic Co-Operation and Development (OECD). Dengan demikian, rekening digital dan uang elektronik pun masuk dalam daftar laporan keuangan yang wajib dibagikan.
"Penambahan cakupan rekening keuangan yang dilaporkan, meliputi: Produk Uang Elektronik Tertentu (Specified Electronic Money Products) dan Mata Uang Digital Bank Sentral (Central Bank Digital Currencies)," tutur DJP.
Selain uang elektronik dan central bank digital currency (CBDC), DJP juga menambah aturan teknis untuk mencegah adanya pelaporan ganda antara mekanisme AEOI CRS dan Crypto-Asset Reporting Framework (CARF), mengingat semakin banyak masyarakat yang menggunakan instrumen aset digital.
Dalam pengumumannya, DJP menegaskan bahwa seluruh pihak terkait, mulai dari Lembaga Jasa Keuangan (LJK), Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, hingga berbagai entitas finansial, diharapkan memanfaatkan waktu menjelang 2026 untuk menyesuaikan sistem mereka.
"Melalui pengumuman ini, Lembaga Jasa Keuangan, Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, dan Entitas Lain diharapkan memiliki waktu yang memadai untuk melakukan identifikasi dan memenuhi kebutuhan dalam rangka pelaksanaan ketentuan Amended CRS," tulis DJP.
Apa itu CRS dan tujuannya?
Common Reporting Standard (CRS) merupakan standar internasional yang mengatur pertukaran informasi rekening keuangan secara otomatis antarnegara. Standar ini dikembangkan oleh OECD untuk meningkatkan transparansi finansial global.
Tujuan utamanya adalah memerangi penggelapan pajak lintas negara, sehingga otoritas pajak dapat mengetahui data rekening warga negara mereka yang disimpan di yurisdiksi lain.
Melalui mekanisme ini, lembaga keuangan diwajibkan mengumpulkan informasi tertentu dari pemilik rekening untuk kemudian dilaporkan kepada otoritas pajak domestik masing-masing.
Dengan diberlakukannya standar baru pada 2026, data keuangan digital masyarakat Indonesia, mulai dari saldo dompet digital hingga uang elektronik tertentu, akan menjadi bagian dari laporan wajib tersebut.



















































