Redaksi Pewarta.co.id
Senin, November 24, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
| Bos DJP Ungkap Penyebab Turunnya Penerimaan Pajak |
PEWARTA.CO.ID — Direktorat Jenderal Pajak (DJP) membuka alasan di balik menurunnya penerimaan pajak neto hingga Oktober 2025.
Penurunan tersebut ternyata dipicu oleh lonjakan restitusi atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang mencapai ratusan triliun rupiah.
Temuan ini disampaikan langsung oleh Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR, Senin (24/11/2025).
DJP mencatat total restitusi yang dikembalikan kepada wajib pajak hingga Oktober 2025 mencapai Rp340,52 triliun. Angka ini melambung 36,4 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), menjadikannya faktor utama yang menekan penerimaan neto negara.
Akibat kenaikan tajam pada pengembalian pajak tersebut, penerimaan pajak neto terkoreksi hingga minus 3,8 persen (yoy) atau berada di angka Rp1.459,03 triliun. Kondisi ini berbanding terbalik dengan penerimaan pajak bruto yang justru tumbuh positif 1,8 persen dan mencapai Rp1.799,55 triliun.
“Kontraksi terbesar dalam penerimaan neto dikoreksi oleh dampak restitusi. Kami laporkan hingga Oktober 2025, restitusi melonjak hingga 36,4 persen sehingga meski penerimaan pajak bruto mulai positif, penerimaan neto masih mengalami penurunan,” ungkap Bimo dalam rapat tersebut.
DJP merinci bahwa dua jenis pajak menjadi penyumbang terbesar melonjaknya restitusi, yaitu:
- PPh Badan yang naik drastis hingga 80 persen menjadi Rp93,80 triliun dibandingkan periode sebelumnya sebesar Rp52,13 triliun.
- PPN Dalam Negeri (PPN DN) yang mencapai Rp238,86 triliun, tumbuh 23,9 persen dari posisi tahun lalu sebesar Rp192,72 triliun.
Selain itu, kategori Jenis Pajak Lainnya juga mencatat pertumbuhan signifikan sebesar 65,7 persen dengan nilai Rp7,87 triliun.
“Restitusi didominasi PPh Badan dan PPN DN sehingga koreksi pertumbuhan secara neto jauh lebih dalam dibandingkan penerimaan bruto,” tegas Bimo.
Meski menjadi penyebab utama melemahnya kinerja penerimaan pajak neto, Bimo menilai peningkatan restitusi justru memberi sinyal positif bagi ekonomi nasional. Pasalnya, dana yang dikembalikan kepada wajib pajak dapat kembali berputar di masyarakat.
“Restitusi berarti uang kembali ke masyarakat. Dengan meningkatnya restitusi, artinya kas yang diterima masyarakat, termasuk sektor privat, bertambah sehingga diharapkan dapat meningkatkan aktivitas dan menggerakkan perekonomian,” pungkasnya.
Dengan situasi ini, DJP menegaskan pihaknya akan terus menjaga keseimbangan antara optimalisasi penerimaan negara dan hak wajib pajak atas pengembalian kelebihan bayar.



















































