Longsor Pandanarum: Luka 53 Tahun yang Terulang dari 1972 hingga 2025

17 hours ago 9

Hammad Hendra

Hammad Hendra

Sabtu, November 22, 2025

Perkecil teks Perbesar teks

 Luka 53 Tahun yang Terulang dari 1972 hingga 2025
Longsor Pandanarum: Luka 53 tahun yang terulang dari 1972 hingga 2025. (Dok. Ist)

PEWARTA.CO.ID — Desa Pandanarum, Kecamatan Pandanarum, Banjarnegara, kembali menjadi sorotan setelah bencana longsor pada November 2025 menelan puluhan korban jiwa.

Tragedi ini menjadi yang paling mematikan dalam sejarah desa yang berada di kawasan perbukitan rawan gerakan tanah tersebut.

Bagi warga muda, peristiwa kelam ini hanya tampak di linimasa media sosial.

Namun bagi para tetua desa, kejadian 2025 kembali menghidupkan ingatan masa lalu sebuah trauma yang sudah mereka simpan sejak puluhan tahun silam.

Trauma panjang dimulai dari Sabtu Pon 1972

Pada Sabtu Pon tahun 1972, Pandanarum dilanda banjir bandang bercampur longsor.

Toto Mutohar (59), pensiunan penyuluh pertanian lapangan yang menyaksikan langsung peristiwa itu, masih mengingat detik-detik mencekamnya.

“Air bah dari atas bukit membawa kayu, batu, lumpur. Lima pedukuhan dihantam, dari Situkung, Sampir, Pringmaba, Munyuk hingga dukuh Jambe,” katanya saat ditemui Beritasatu.com, Jumat (21/11/2025).

Meski tidak ada korban jiwa, lima pedukuhan porak-poranda, sawah rusak, dan satu dusun bahkan direlokasi menjadi Dusun Temon.

Luka tahun 1972 itu bertahan puluhan tahun dalam ingatan warga.

2017: Luka lama yang menganga kembali

Setelah empat dekade berlalu, longsor kembali menghantam pada tahun 2017.

Dampaknya tidak sebesar kejadian 1972, tetapi dua hektare sawah rusak total.

Warga berhamburan keluar rumah karena ketakutan sejarah kelam kembali terulang.

“Semua panik karena mengira kejadian dulu akan kembali,” ujar Toto.

2025: Bencana terbesar dalam sejarah Pandanarum

Tahun 2025 menjadi titik paling gelap. Longsor besar menimbun rumah-rumah warga dan merenggut puluhan nyawa.

Skala bencana kali ini jauh melebihi peristiwa tahun 1972 maupun 2017.

“Kalau dibandingkan 1972, sekarang jauh lebih parah. Banyak korban tertimbun,” kata Toto dengan suara bergetar.

Bagi generasi muda, tragedi ini akan menjadi "Sabtu Pon" baru sebuah kisah kelam yang akan diceritakan hingga puluhan tahun mendatang.

Pelajaran berat dari luka yang berulang

Hujan deras kini selalu memicu rasa cemas bagi warga Pandanarum.

Selain meninggalkan kesedihan mendalam, rangkaian bencana ini memberi pesan penting tentang perlunya mitigasi bencana yang lebih serius.

Edukasi kebencanaan, kesiapsiagaan warga, dan intervensi pemerintah harus diperkuat agar tragedi serupa tidak terus terulang.

Di pedukuhan yang terdampak, warga berusaha menyelamatkan apa pun yang tersisa sebelum meninggalkan rumah mereka menuju pengungsian.

Foto-foto dan kisah mereka menjadi pengingat bahwa alam selalu menuntut kewaspadaan, dan bahwa trauma Pandanarum adalah warisan yang tak ingin diwariskan lagi.

Read Entire Article
Bekasi ekspress| | | |