Redaksi Pewarta.co.id
Rabu, Oktober 08, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
Viral! Suami Serahkan Istri ke Selingkuhan di Depan Umum, Disebut Bagian dari Adat Tolaki |
PEWARTA.CO.ID — Jagat maya kembali digemparkan oleh sebuah video yang memperlihatkan momen tak biasa, di mana seorang pria dengan tenang menyerahkan istrinya kepada pria lain yang diketahui sebagai selingkuhannya.
Aksi tersebut direkam dan kini viral di berbagai platform media sosial, salah satunya X (dulu Twitter), tak ayal menimbulkan kehebohan dan perdebatan luas di kalangan warganet.
Dalam video berdurasi singkat itu, terlihat dua pria berdiri berhadapan di hadapan sejumlah orang. Dengan nada tegas, sang suami mengucapkan kalimat yang mengejutkan banyak orang.
“Kuserahkan istriku ke kau ya, kau jaga baik-baik, nikahilah dia dengan tanggung jawab lahir dan batin,” ujarnya dalam rekaman tersebut.
Momen yang diduga terjadi di salah satu daerah di Sulawesi Tenggara itu sontak menuai berbagai reaksi publik. Ada yang merasa heran dengan tindakan sang suami, ada pula yang mengaitkannya dengan adat dan tradisi masyarakat Tolaki yang masih memegang nilai penyelesaian damai dalam urusan rumah tangga.
Disebut bagian dari tradisi adat Tolaki
Berdasarkan informasi yang beredar, kejadian tersebut merupakan bagian dari prosesi adat Tolaki, di mana penyelesaian masalah perselingkuhan dilakukan melalui jalan damai.
Dalam prosesi itu, pihak selingkuhan memberikan “denda adat” kepada suami sah berupa seekor sapi, kaci (simbol penghormatan adat), ta’awu (perlengkapan tradisional), serta uang tunai sebesar Rp5 juta.
Penyerahan simbolis tersebut dianggap sebagai bentuk tanggung jawab dan penyelesaian secara adat agar masalah rumah tangga tidak berujung pada konflik fisik atau dendam berkepanjangan.
Tradisi “Mosonggi” atau “Mosalaki”
Masyarakat Tolaki mengenal sebuah tradisi lama bernama “mosonggi” atau “mosalaki”, di mana seorang suami yang mengetahui istrinya berselingkuh dapat memilih untuk menyerahkan istrinya kepada kekasih gelapnya secara terbuka.
Tradisi ini, menurut para tetua adat, dulu dilakukan sebagai cara untuk menjaga kehormatan keluarga tanpa pertumpahan darah.
Namun, seiring perkembangan zaman, praktik tersebut sudah jarang dilakukan. Sebagian besar masyarakat Tolaki modern menilai tradisi itu tidak lagi sejalan dengan nilai-nilai sosial, hukum, dan kesetaraan gender masa kini.
“Adat Tolaki pada dasarnya menekankan penyelesaian damai agar tidak timbul kekerasan atau balas dendam. Tapi sekarang, sebagian masyarakat menilai praktik seperti itu tidak relevan lagi,” ujar seorang warga Tolaki yang tak ingin disebut namanya.
Warganet debat soal nilai budaya vs modernitas
Setelah video tersebut beredar luas, kolom komentar di berbagai media sosial dipenuhi perdebatan. Sebagian warganet menilai tindakan sang suami adalah bentuk ketegaran luar biasa karena mampu menyelesaikan masalah dengan kepala dingin tanpa kekerasan.
Namun tak sedikit pula yang menilai hal itu sebagai bentuk penindasan terhadap perempuan dan bertentangan dengan prinsip kesetaraan gender di era modern.
Banyak yang berpendapat bahwa persoalan rumah tangga seharusnya diselesaikan melalui jalur hukum atau mediasi profesional, bukan lewat prosesi adat yang mempermalukan salah satu pihak di depan umum.
Meskipun begitu, sebagian masyarakat adat Tolaki tetap memandang prosesi semacam ini sebagai bagian dari warisan budaya yang menekankan kedamaian. Mereka berpendapat bahwa tradisi tersebut seharusnya tidak dilihat semata dari kacamata modern, melainkan sebagai simbol penyelesaian konflik tanpa kekerasan.
Warisan budaya yang memicu kontroversi
Fenomena viral ini kembali membuka diskusi publik tentang batas antara pelestarian budaya lokal dan penyesuaian dengan nilai-nilai modern.
Di satu sisi, tradisi adat Tolaki dipandang sebagai warisan penyelesaian damai tanpa kekerasan. Namun di sisi lain, praktik menyerahkan istri di depan umum dianggap merendahkan martabat perempuan dan tidak sesuai dengan prinsip hukum Indonesia.
Video yang awalnya diunggah oleh warga lokal kini sudah menyebar ke berbagai platform, termasuk TikTok dan Facebook, dengan ribuan komentar dan reaksi.
Hingga kini, belum ada keterangan resmi dari tokoh adat atau pemerintah setempat terkait keaslian dan konteks penuh dari peristiwa tersebut.