Redaksi Pewarta.co.id
Senin, Desember 01, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
| Bencana banjir bandang di Aceh Tengah. (Dok. Ist) |
PEWARTA.CO.ID — Pernyataan Bupati Aceh Tengah yang mengaku tidak mampu menangani kondisi darurat bencana memicu perhatian publik. Namun, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menegaskan bahwa situasi tersebut sangat wajar mengingat kondisi lapangan yang benar-benar memutus akses dan membatasi ruang gerak pemerintah daerah.
Berbicara di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin (1/12/2025), Tito menjelaskan bahwa kepala daerah di wilayah terisolasi memang tidak mungkin menangani bencana sendirian.
Situasi ekstrem di Aceh Tengah menjadi contoh nyata bahwa kemampuan pemerintah daerah sangat bergantung pada akses dan ketersediaan logistik.
“Contohnya di Takengon, Bupati Aceh Tengah menyampaikan bahwa dia tidak mampu melayani. Ya memang tidak akan mampu. Tidak mungkin, karena dia sendiri terisolasi akibat akses yang tertutup,” ujar Tito.
Menurut Tito, pernyataan ketidakmampuan para bupati bukan menunjukkan lemahnya pemerintah daerah, melainkan menggambarkan kondisi riil di lapangan.
Ia bahkan meminta media untuk meninjau langsung lokasi terdampak agar mendapatkan gambaran lengkap.
“Ada kepala daerah yang menyatakan tidak sanggup, ya bagaimana mau sanggup? Makanya teman-teman wartawan harus datang ke lokasi dan lihat sendiri,” sambungnya.
Tito mengungkapkan bahwa Provinsi Aceh saat ini membutuhkan pasokan pangan yang hanya bisa dikirim melalui jalur udara. Seluruh akses darat terputus, membuat pemerintah pusat harus turun tangan mengoordinasikan distribusi logistik.
“Dia perlu dukungan pangan, dan pangannya harus diambil dari luar menggunakan pesawat. Mereka tidak punya pesawat. Maka otomatis minta bantuan pemerintah provinsi atau pemerintah pusat,” jelas Tito.
Karena itu, pemerintah pusat telah mengambil alih penyaluran bantuan. Pengiriman logistik menggunakan pesawat direncanakan diberangkatkan dari Jakarta dan Medan untuk mempercepat suplai ke wilayah terdampak.
Selain pasokan logistik, mobilisasi alat berat untuk membuka jalur juga tidak mungkin dilakukan oleh pemerintah daerah setempat. Kondisi jalan yang rusak parah dan tertutup longsor membuat upaya normalisasi dari dua arah—baik dari utara maupun selatan—tidak dapat dilakukan.
“Bagaimana mungkin Pemda Aceh Tengah melakukan mobilisasi alat berat untuk memperbaiki jembatan dan jalan yang pecah, patah, atau tertutup longsor? Dari utara, dari Lhokseumawe terkunci, dari selatan pun terkunci. Jadi jalan-jalannya betul-betul putus,” tegasnya.
Mendagri meminta publik tidak menilai surat pernyataan bupati secara sepihak. Menurutnya, isi surat tersebut harus dilihat bersama dengan kondisi faktual di wilayah terdampak.
“Jadi tolong, kalau melihat satu surat, jangan hanya melihat isi suratnya, tapi lihat juga kondisi di lapangan. Kondisinya memang tidak mungkin mampu,” pungkasnya.



















































