Redaksi Pewarta.co.id
Kamis, Oktober 23, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
Profil Ki Anom Suroto, Dalang Wayang Kulit Legendaris yang Harumkan Nama Indonesia ke Mancanegara |
PEWARTA.CO.ID — Dunia seni tradisi Indonesia berduka. Maestro wayang kulit asal Klaten, Jawa Tengah, Ki Anom Suroto, wafat pada Kamis (23/10/2025) dalam usia 78 tahun.
Sosok yang dikenal sebagai dalang berkarakter kuat dan bersuara khas itu meninggal dunia setelah menjalani perawatan di RS Dr Oen Kandangsapi, Jebres, Kota Solo.
Menurut informasi, almarhum sempat mengalami serangan jantung dan dirawat intensif selama lima hari sebelum mengembuskan napas terakhir sekitar pukul 07.00 WIB.
Kabar duka tersebut pertama kali disampaikan melalui unggahan akun X (Twitter) milik jurnalis Ulin Yusron (@ulinyusron). Dalam cuitannya, disebutkan bahwa prosesi pemakaman Ki Anom Suroto akan dilakukan di Makam Depokan Juwiring, Klaten, pada Kamis sore pukul 15.00 WIB.
Kepergian dalang kawakan itu langsung menjadi sorotan publik dan mengundang ucapan belasungkawa dari berbagai kalangan, terutama para pelaku seni pedalangan di Tanah Air.
Profil Ki Anom Suroto
Nama lengkap sang maestro adalah Kanjeng Raden Tumenggung Haryo (KRT H) Lebdo Nagoro Anom Suroto. Ia lahir di Juwiring, Klaten, Jawa Tengah, pada 11 Agustus 1948, dari keluarga seniman wayang kulit.
Bakat seninya menurun dari sang ayah, Ki Sadiyon Harjadarsana, yang juga dikenal sebagai dalang ternama di masanya. Tak hanya itu, Ki Anom juga merupakan kakak kandung dari Ki Warseno Slenk, dalang populer yang dikenal di kalangan penikmat wayang generasi muda.
Sejak kecil, Ki Anom sudah memperlihatkan bakat luar biasa. Pada usia 12 tahun, ia mulai belajar mendalang secara langsung dari sang ayah. Ketertarikannya terhadap dunia pedalangan terus tumbuh hingga ia menempuh pendidikan di sejumlah lembaga seni dan budaya.
Perjalanan pendidikan dan karier seni
Perjalanan Ki Anom Suroto di dunia pedalangan dimulai dari tekad kuatnya untuk menekuni dan menjaga budaya Jawa. Ia menimba ilmu di Himpunan Budaya Surakarta (HBS), Pasinaon Dalang Mangkunegaran (PDMN), Pawiyatan Kraton Surakarta, serta Habiranda Yogyakarta.
Pada tahun 1968, namanya mulai dikenal setelah lolos seleksi ketat dan tampil di Radio Republik Indonesia (RRI). Suaranya yang khas dan gaya pementasan yang memadukan filsafat, humor, dan nilai moral Jawa membuatnya cepat populer.
Sepuluh tahun kemudian, pada 1978, ia diangkat menjadi abdi dalem Penewu Anon-anon oleh Keraton Surakarta dan memperoleh gelar kehormatan Mas Ngabehi Lebdocarito.
Dalang Indonesia yang go internasional
Ki Anom Suroto bukan hanya dikenal di dalam negeri, tetapi juga di berbagai negara di lima benua. Ia telah tampil di panggung internasional seperti Amerika Serikat, Jepang, Spanyol, Australia, Rusia, Mesir, Thailand, hingga Yunani.
Pada tahun 1991, ia turut berpartisipasi dalam Kebudayaan Indonesia di Amerika Serikat (KIAS). Melalui rekomendasi Dr. Soedjarwo, Ketua Umum Sena Wangi kala itu, Ki Anom mendapat kesempatan keliling dunia untuk memperdalam pengetahuan tentang karakter dewa-dewa pewayangan dan memperkenalkan budaya Jawa ke mancanegara.
Baca juga: Isak Tangis Iringi Kedatangan Jenazah Ki Anom Suroto di Rumah Duka Sukoharjo
Daftar penghargaan yang pernah diraih
Kiprah panjangnya dalam melestarikan wayang kulit membuat Ki Anom Suroto menerima berbagai penghargaan nasional dan istana. Beberapa di antaranya adalah:
- Satya Lencana Kebudayaan RI dari Presiden Soeharto (1995).
- Dalang Kesayangan pada Pekan Wayang Indonesia VI (1993).
- Anugerah Lebdocarito dari Keraton Surakarta (1997), sekaligus pengangkatan sebagai Bupati Sepuh bergelar KRT Lebdonagoro.
Selain piawai mendalang, Ki Anom juga dikenal sebagai komposer gending Jawa. Ia menciptakan sejumlah karya musik seperti Mas Sopir, Satria Bhayangkara, ABRI Rakyat Trus Manunggal, Nandur Ngunduh, hingga Salisir.
Ia juga dikenal produktif menulis naskah lakon orisinal (sanggit lakon), di antaranya Semar Membangun Kahyangan, Anoman Maneges, Wahyu Tejamaya, dan Wahyu Kembar.
![]() |
Ki Anom Suroto (Alm) |
Dedikasi untuk generasi muda dalang
Di luar panggung, Ki Anom Suroto dikenal sebagai sosok pembimbing dan penggerak dunia pedalangan bagi generasi muda.
Di rumahnya di Jalan Notodiningratan 100, Surakarta, ia rutin menggelar acara Rebo Legen, sebuah forum latihan dan pentas wayang yang menjadi wadah regenerasi dalang.
Kegiatan tersebut kemudian berlanjut di Kebon Seni Timasan, Pajang, Sukoharjo. Melalui forum ini, banyak dalang muda lahir dan melanjutkan kiprah budaya yang pernah ia perjuangkan.
Ki Anom juga menjadi pendiri Koperasi Dalang Amarta, yang bergerak di bidang simpan-pinjam serta penyediaan perlengkapan pergelaran wayang.
Selain itu, ia turut memprakarsai berdirinya Yayasan Sesaji Dalang, lembaga yang membantu seniman pedalangan agar tetap sejahtera dan produktif.
Warisan yang tak lekang oleh waktu
Kehidupan dan karya Ki Anom Suroto adalah simbol pengabdian sejati terhadap budaya Jawa. Suaranya yang meneduhkan, pembawaan lakon yang sarat makna, serta pesan moral yang selalu diselipkan di setiap pertunjukan menjadikannya sosok panutan di dunia seni tradisi.
Kini, sang dalang legendaris memang telah berpulang. Namun, setiap gendhing, setiap bayangan wayang di balik kelir, dan setiap filosofi yang pernah ia sampaikan akan terus hidup di hati para pecinta budaya.
Ki Anom Suroto bukan sekadar maestro, tetapi lambang keabadian seni dan penjaga jati diri bangsa.