Nimas Taurina
Kamis, Mei 08, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
Ilustrasi - Gelombang PHK ancam pertumbuhan ekonomi. (Dok. Liputan6.com). |
PEWARTA.CO.ID - Bank Indonesia (BI) menyoroti meningkatnya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi belakangan ini, terutama di sektor tekstil. Meskipun kondisi tersebut tidak secara langsung berdampak pada nilai tukar rupiah, BI memperingatkan bahwa gelombang PHK bisa memberikan tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas (DPMA) BI, Erwin Gunawan Hutapea, menjelaskan bahwa turunnya daya beli masyarakat akibat melambatnya konsumsi domestik dapat mengganggu kinerja ekonomi Indonesia secara keseluruhan.
"Ketika daya beli terpengaruh konsumsi turun ya konsumsi domestik sebagai salah satu motor pendorong pertumbuhan di tengah ekspor yang tidak seperti dulu lagi ya tentu akan terpengaruh pertumbuhan ekonomi," kata Erwin dalam Taklimat Media yang digelar pada Rabu (7/5/2025).
Lebih lanjut, Erwin menekankan bahwa meskipun tekanan ekonomi akibat PHK tidak serta-merta memukul nilai tukar rupiah secara langsung, hal itu bisa menciptakan kekhawatiran di kalangan investor mengenai arah pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Mungkin dia gak direct ke nilai tukar ya tapi mungkin dari bagaimana kemudian orang akan melihat pertumbuhan ekonomi kita," ujarnya.
Kondisi ini, kata Erwin, menyoroti pentingnya menjaga stabilitas konsumsi dalam negeri. Ia menggarisbawahi bahwa daya beli masyarakat merupakan salah satu pilar utama dalam menopang pertumbuhan di saat sektor ekspor belum sepenuhnya pulih.
Sektor tekstil menjadi sorotan utama karena tercatat mengalami peningkatan jumlah PHK yang cukup signifikan. Dampaknya langsung terasa pada penurunan konsumsi rumah tangga.
"Yang rame selama ini kan kita (PHK) terkait dengan tekstil dan pastinya daya beli akan terpengaruh," jelasnya.
Meskipun tekanan terhadap nilai tukar rupiah tidak muncul secara langsung dari lonjakan PHK, BI menilai bahwa ketidakpastian ekonomi seperti ini bisa memicu perubahan persepsi investor terhadap stabilitas makro ekonomi Indonesia, yang pada gilirannya dapat berdampak pada pergerakan rupiah secara tidak langsung.
Dalam kondisi global yang masih penuh tantangan, termasuk tekanan dari sisi eksternal seperti suku bunga global yang tinggi dan harga komoditas yang fluktuatif, daya tahan konsumsi domestik menjadi salah satu kekuatan utama yang perlu dijaga.