Hammad Hendra
Rabu, Desember 31, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
| Ilustrasi. OJK–BEI gas demutualisasi bursa, tata kelola pasar modal dibidik lebih profesional. (Dok. Ist) |
PEWARTA.CO.ID — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah mematangkan langkah strategis menuju demutualisasi Bursa Efek Indonesia.
Kebijakan ini diproyeksikan menjadi fondasi penting dalam memperkuat tata kelola pasar modal, sekaligus meminimalkan potensi konflik kepentingan agar bursa lebih profesional dan kompetitif di tingkat global.
Direktur Utama BEI Iman Rachman menegaskan bahwa dalam proses demutualisasi, posisi bursa berada sebagai pihak yang mengikuti kebijakan pemegang saham dan regulator.
Meski demikian, BEI tetap berperan aktif memberikan masukan teknis guna memastikan struktur organisasi pasca-demutualisasi berjalan optimal.
“Kalau posisi Bursa lebih sebagai objek. Artinya ini dilakukan di level shareholder, pengawas, OJK, dan Kementerian Keuangan, termasuk Peraturan Pemerintah (PP)-nya,” ujar Iman dalam Konferensi Pers Penutupan Perdagangan BEI Tahun 2025 di Jakarta, Selasa (30/12/2025).
Iman menambahkan, aspek independensi menjadi perhatian utama dalam kajian yang sedang disusun BEI.
“Tapi mungkin sebagai Bursa, kami mencoba membantu menyiapkan kajian bagaimana struktur yang optimal dari Bursa Efek Indonesia dengan adanya demutualisasi. Karena kami berharap tata kelola setelah demutualisasi, terutama terkait konflik kepentingan dan independensinya, tetap terjaga,” imbuhnya.
Landasan hukum dan aturan turunan
Rencana demutualisasi memiliki dasar hukum kuat melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Deputi Komisioner Pengawas Pengelolaan Investasi Pasar Modal dan Lembaga Efek OJK Eddy Manindo Harahap menyampaikan bahwa pemerintah saat ini masih memproses aturan turunannya.
“Sekarang sudah ada RPP yang sedang digodok oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan. Kami juga diminta memberikan pendapat terhadap rancangan tersebut dan saat ini masih dalam proses,” ungkap Eddy.
Menurut Eddy, demutualisasi merupakan praktik lazim di pasar modal global dengan tujuan positif.
Selain menekan konflik kepentingan, kebijakan ini juga diharapkan meningkatkan profesionalisme pengelolaan bursa.
Ia memastikan fungsi pengawasan OJK akan tetap berjalan ketat meskipun struktur kepemilikan BEI berubah.
Kepemilikan lebih inklusif
Sejalan dengan amanat UU P2SK, struktur BEI akan bertransformasi dari sistem mutual yang selama ini hanya dimiliki oleh Anggota Bursa menjadi perseroan dengan kepemilikan yang lebih terbuka.
Direktur Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan Kementerian Keuangan Masyita Crystallin menekankan pentingnya pemisahan antara keanggotaan dan kepemilikan dalam proses demutualisasi.
“Demutualisasi akan membuka kepemilikan BEI bagi pihak selain perusahaan efek dengan memisahkan keanggotaan dan kepemilikan. Ini merupakan langkah strategis untuk mengurangi potensi benturan kepentingan, memperkuat tata kelola, meningkatkan profesionalisme, serta mendorong daya saing global pasar modal Indonesia,” kata Masyita.
Ia menambahkan, penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dilakukan secara transparan dan partisipatif dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pelaku industri dan DPR.
“Kami memastikan proses penyusunan RPP dilakukan secara cermat, transparan, dan partisipatif. Tujuannya strategis, yaitu memperkuat pasar modal sebagai sumber pembiayaan jangka panjang yang mampu mendorong transformasi ekonomi Indonesia menuju negara maju,” tutup Masyita.



















































