Rupiah Terancam Melemah ke Rp16.800 Pekan Depan, Ini Faktor Penyebabnya

2 weeks ago 32

Redaksi Pewarta.co.id

Redaksi Pewarta.co.id

Minggu, September 28, 2025

Perkecil teks Perbesar teks

Rupiah Terancam Melemah ke Rp16.800 Pekan Depan, Ini Faktor Penyebabnya
Ilustrasi. Pelemahan rupiah.

PEWARTA.CO.ID — Nilai tukar rupiah kembali menghadapi tekanan sepanjang perdagangan pekan 22–26 September 2025. Meski sempat ditutup sedikit menguat pada akhir pekan, secara keseluruhan rupiah tetap melemah dibanding posisi pekan sebelumnya.

Data Bloomberg pada Jumat (26/9/2025) mencatat rupiah menguat tipis 0,07 persen ke Rp16.738 per dolar AS. Namun, secara mingguan rupiah spot terkoreksi 0,82 persen dibanding pekan lalu yang masih berada di Rp16.601 per dolar AS.

Kondisi serupa juga tercermin dari kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI). Dalam sepekan, rupiah melemah 1,19 persen, dari Rp16.578 menjadi Rp16.775 per dolar AS.

Indikator tekanan rupiah

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, mengungkapkan sejumlah indikator pelemahan rupiah. Pada Kamis (25/9/2025), Rupiah ditutup di Rp16.735 per dolar AS dengan yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun naik ke 6,40 persen.

Di sisi lain, dolar AS terus menguat hingga menyentuh level 98,55, seiring kenaikan yield US Treasury (UST) 10 tahun yang mencapai 4,170 persen

Pada perdagangan Jumat pagi (26/9), rupiah kembali dibuka melemah di Rp16.750 per dolar AS. Yield SBN 10 tahun pun ikut meningkat menjadi 6,43 persen.

"Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia," ujar Ramdan.

Pengaruh global dan domestik

Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi, menilai pelemahan rupiah didorong kombinasi faktor eksternal dan domestik.

Dari luar negeri, gejolak semakin besar setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif baru, termasuk bea masuk 100 persen terhadap seluruh impor farmasi. Langkah ini memicu sentimen risk-off di pasar keuangan global.

"Selain itu, data produk domestik bruto kuartal kedua menunjukkan ekonomi AS tumbuh jauh lebih cepat dari perkiraan, sementara data klaim pengangguran mingguan juga menunjukkan beberapa perbaikan,” tulis Ibrahim dalam analisis risetnya.

Kondisi ini diperparah dengan pernyataan sejumlah pejabat The Fed yang tetap berhati-hati terkait inflasi stagnan. Pasar semakin khawatir suku bunga acuan AS akan bertahan tinggi dalam periode lebih lama.

Sementara itu, dari dalam negeri, prediksi perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia turut menambah tekanan. Produk domestik bruto kuartal III 2025 diperkirakan hanya tumbuh 0,95 persen quarter-to-quarter (q-to-q), jauh melambat dibanding capaian kuartal sebelumnya sebesar 4,04 persen q-to-q.

Melihat dinamika tersebut, Ibrahim memproyeksikan Rupiah masih akan bergerak fluktuatif di perdagangan selanjutnya. Ia memperkirakan mata uang Garuda berpotensi melemah dalam kisaran Rp16.730 hingga Rp16.800 per dolar AS pada pekan depan.

Read Entire Article
Bekasi ekspress| | | |