Hammad Hendra
Rabu, Desember 31, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
| Semarang resmi miliki Perda Pesantren, fasilitasi pendidikan hingga pemberdayaan santri. (Dok. Ist) |
PEWARTA.CO.ID — Kota Semarang kini resmi memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang Fasilitasi Pengembangan Pesantren.
Regulasi tersebut disahkan dalam Rapat Paripurna DPRD Kota Semarang, Jawa Tengah, pada Selasa, sebagai tindak lanjut dari aspirasi panjang komunitas pondok pesantren (ponpes).
Sekretaris Panitia Khusus (Pansus) Raperda Fasilitasi Pengembangan Pesantren, Sodri, menyampaikan bahwa pengesahan perda ini menjadi tonggak penting bagi pesantren di Kota Semarang.
Menurutnya, regulasi tersebut lahir dari perjuangan panjang aspirasi ponpes agar mendapatkan perhatian dan dukungan yang lebih kuat dari pemerintah daerah.
Tiga fokus utama Perda Pesantren
Sodri menjelaskan, Perda Pesantren memuat tiga poin utama.
Pertama, fasilitasi penyelenggaraan pendidikan pesantren, termasuk pendidikan nonformal seperti kegiatan mengaji yang dapat didukung oleh Pemerintah Kota Semarang.
“Kedua, pengembangan fisik sarana prasarana (sarpras), baik asrama, MCK dan lainnya yang selama ini kurang mendapat perhatian pemerintah,” katanya.
Poin ketiga adalah penguatan peran pesantren sebagai pusat dakwah dan pemberdayaan sosial masyarakat.
Hal ini mencakup peningkatan kapasitas santri serta kelembagaan pesantren yang membutuhkan dukungan nyata dari pemerintah daerah.
Ketiga aspek tersebut, lanjut Sodri, akan difasilitasi Pemkot Semarang melalui sinergi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, pemerintah pusat, serta pihak swasta.
Syarat Pesantren penerima fasilitasi
Ia menegaskan, pesantren yang berhak memperoleh fasilitasi adalah yang telah memiliki izin dari Kementerian Agama dan tercatat secara administratif di Pemerintah Kota Semarang.
“Saya kira ponpes yang belum punya izin, perda ini bisa memberikan motivasi pondok pesantren dalam mengurus izin dan administrasi,” katanya.
Berdasarkan data yang ada, saat ini terdapat lebih dari 300 pondok pesantren berizin di Kota Semarang yang berpotensi mendapatkan fasilitasi dari perda tersebut.
Regulasi ini juga berlaku inklusif, termasuk bagi pesantren disabilitas selama memenuhi persyaratan pendirian.
“Tidak hanya yang normal saja, artinya kita juga memperhatikan pondok pesantren disabilitas, artinya mereka bisa mendapat fasilitasi dengan syarat pendirian pondok pesantren,” kata Sodri.
Apresiasi Wali Kota Semarang
Wali Kota Semarang Agustina Wilujeng Pramestuti menyampaikan apresiasi kepada DPRD Kota Semarang atas proses pembahasan hingga pengesahan perda yang dinilai berjalan relatif cepat.
“Alhamdulillah, perda ini bisa segera disahkan. Kita memasuki tahun baru dengan harapan pesantren semakin tertata dengan baik dan mendapat dukungan penuh dari pemerintah,” katanya.
Meski telah disahkan, Agustina menegaskan masih ada tahapan lanjutan yang perlu dilakukan, seperti pengundangan perda serta pendataan pesantren dan santri secara menyeluruh.
“Yang paling menarik bagi saya adalah pendataan, sehingga tidak ada santri satupun yang tertinggal,” ujarnya.
Ke depan, Pemerintah Kota Semarang juga akan menyiapkan peraturan wali kota (perwal) sebagai aturan turunan untuk mengatur teknis pelaksanaan fasilitasi pengembangan pesantren agar implementasi perda berjalan optimal.



















































