Nimas Taurina
Senin, Mei 19, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
Ilustrasi - Peringatan Hari Nakba Palestina di Eropa. (Dok. ANTARA). |
PEWARTA.CO.ID - Ratusan ribu warga Eropa turun ke jalan dalam unjuk rasa besar-besaran pada Rabu (14/5/2025), memperingati Hari Nakba sekaligus mengecam serangan militer Israel ke Jalur Gaza yang dinilai semakin brutal. Dari Stockholm hingga Athena, aksi solidaritas ini menunjukkan satu suara: hentikan kekerasan terhadap warga Palestina.
Tanggal 15 Mei dikenal sebagai Hari Nakba, atau "Hari Bencana", mengacu pada tragedi pengusiran lebih dari 700.000 warga Palestina dari tanah kelahiran mereka pada 1948 setelah pendirian negara Israel. Di tengah meningkatnya serangan Israel ke Gaza sejak Oktober 2023, peringatan tahun ini menjadi titik api solidaritas dan kemarahan global.
Di ibu kota Swedia, ribuan warga memenuhi Lapangan Odenplan membawa bendera Palestina, spanduk, dan foto-foto korban anak-anak dari Gaza. Seruan “Hentikan genosida rezim Zionis di Palestina” menggema di tengah lautan massa yang memprotes kekejaman yang terus terjadi.
Aktivis Yahudi asal Swedia, Dror Feiler, menyebut serangan Israel sebagai bentuk genosida dan mendesak pemerintah segera bertindak.
"Kejahatan yang terjadi harus dihentikan sekarang juga," seru Feiler, sambil mengkritik Menteri Luar Negeri Swedia, Maria Malmer Stenergard, karena tidak bersuara atas tragedi tersebut.
Dukungan juga datang dari tokoh gereja. Pendeta Ann Christin Kristiansson dari Gereja Swedia menegaskan bahwa solusi tidak bisa dicapai lewat kekuatan militer.
“Penghentian kekerasan harus ditempuh melalui perlawanan sipil yang terorganisir,” ujarnya kepada Anadolu. Ia menambahkan bahwa korban serangan Israel mayoritas adalah perempuan dan anak-anak, bukan kombatan.
Di London, ratusan ribu demonstran memadati jalan-jalan kota dan berkonvoi menuju Downing Street. Dalam suasana peringatan 77 tahun Nakba, massa bersatu dalam yel-yel seperti “Bebaskan Palestina” dan “Israel adalah teroris.”
Tak hanya masyarakat umum, sejumlah figur publik juga ikut serta. Aktor Khalid Abdalla, aktris Juliet Stevenson, hingga mantan diplomat AS Ann Wright turut mendukung aksi ini. Mereka menyoroti blokade yang menyebabkan jutaan warga Gaza mengalami kelaparan dan minimnya bantuan.
Duta Besar Palestina untuk Inggris, Husam Zomlot, menyebut bahwa penderitaan rakyat Palestina bukan baru terjadi, melainkan telah berlangsung selama puluhan tahun.
“Genosida ini sudah berjalan 77 tahun, bukan sekadar akibat serangan terbaru. Ini adalah kehancuran sistematis, termasuk kampung halaman saya di Gaza,” kata Zomlot.
Mantan pemimpin Partai Buruh Jeremy Corbyn dan anggota parlemen Apsana Begum juga angkat suara mengecam ekspor senjata Inggris ke Israel yang dianggap memperburuk konflik.
Ben Jamal, Ketua Kampanye Solidaritas Palestina, menyindir para pemimpin politik yang dinilai gagal menghentikan dukungan terhadap kekerasan Israel.
Ratusan orang berkumpul di Potsdamer Platz, Berlin, mengusung spanduk bertuliskan “Diam berarti ikut bersalah” dan “Kalian tidak bisa membunuh kami semua.” Aksi ini dijaga ketat oleh aparat keamanan dan menyebabkan setidaknya tiga orang ditahan.
Di Amsterdam, Lapangan Dam menjadi pusat aksi solidaritas. Peserta membawa berbagai poster menuntut diakhirinya pendudukan dan boikot terhadap Israel. Aktivis Mohammed Kotesh menyuarakan kekhawatiran akan terjadinya "Nakba baru".
“Genosida ini terus memburuk. Blokade harus dicabut agar bantuan kemanusiaan bisa masuk,” tegasnya.
Di Yunani, para peserta aksi mengenakan keffiyeh dan membawa bendera Palestina sambil berjalan menuju Kedutaan Besar AS dan Israel. Aksi berlangsung selama tiga jam dan berjalan damai.
Ketua Asosiasi Muslim Yunani, Naim el-Ghandour, menyarankan digelarnya pertemuan global yang dipimpin Turki untuk mencari solusi damai.
“Dunia harus bersatu menekan Israel secara diplomatik,” katanya.
Warga Gaza yang ikut aksi, Muhammed el-Batta, menyebut kekerasan Israel bukan lagi sekadar konflik.
“Ini bukan perang, ini genosida yang telah berlangsung selama 80 tahun. Sekarang mereka ingin mengosongkan Gaza dari rakyat Palestina,” ujarnya dengan nada getir.
Sejak 7 Oktober 2023, Israel melancarkan agresi militer besar-besaran ke Jalur Gaza yang telah merenggut lebih dari 53.000 nyawa, mayoritas perempuan dan anak-anak. Krisis kemanusiaan kian parah, dengan blokade yang memutus pasokan makanan dan obat-obatan.
Pada November lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Israel juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ), yang terus bergulir dan menarik perhatian dunia internasional.
Gelombang aksi serentak di berbagai kota besar Eropa memperlihatkan bahwa solidaritas terhadap Palestina masih kuat dan meluas. Dengan tekanan publik yang terus meningkat, dunia kini menunggu langkah nyata dari para pemimpin global — bukan hanya pernyataan, tapi tindakan konkret demi mengakhiri penderitaan yang sudah terlalu lama berlangsung.