Balita Belum BAB Selama Seminggu? Ini Penyebab dan Solusi Mengatasi Anak Susah Buang Air Besar

1 month ago 41

Redaksi Pewarta.co.id

Redaksi Pewarta.co.id

Sabtu, September 20, 2025

Perkecil teks Perbesar teks

Balita Belum BAB Selama Seminggu? Ini Penyebab dan Solusi Mengatasi Anak Susah Buang Air Besar
Ilustrasi. Balita susah buang air besar (BAB). (Foto: Dok. Sishuka/Canva)

PEWARTA.CO.ID — Setiap orangtua pasti pernah mengalami situasi cemas ketika anak kecil belum buang air besar (BAB) selama beberapa hari. Namun, jika sudah balita belum BAB seminggu, bukan hanya rasa tidak nyaman yang jadi masalah, ini bisa menjadi tanda kondisi yang lebih serius.

Kondisi ini biasanya disertai dengan gejala seperti perut kembung, menangis atau rewel karena sakit saat mencoba BAB, dan nafsu makan berkurang.

Jika tidak segera diperhatikan, bisa muncul komplikasi seperti tinja yang sangat keras, munculnya luka atau robekan di anus (fisura), dan gangguan kualitas hidup balita.

Mengapa sebuah periode seminggu tanpa BAB bisa menjadi krusial? Karena secara fisiologis usus besar (kolon) menyerap cairan dari feses. Jika feses tertahan lama di usus besar, makin banyak cairan yang diserap, dan feses menjadi semakin keras dan kering.

Hal itu membuat proses pengeluaran jadi menyakitkan atau bahkan tidak mungkin tanpa bantuan. Keterlambatan pengeluaran feses bukan hanya soal “jarang” — tetapi bila sudah seminggu, berarti ada hambatan mekanik, fisiologis, atau kebiasaan yang perlu diperhatikan.

Selain itu, kondisi balita belum BAB seminggu membawa dampak psikologis—anak bisa belajar takut untuk BAB karena pernah mengalami rasa sakit, atau menahan BAB karena tidak suka toilet/training.

Kebiasaan menahan ini memperparah keadaan, karena feses makin lama makin keras dan volume di usus makin membesar, membuat refleks mengeluarkan feses menjadi terganggu. Hal‐hal tersebut memicu siklus yang sulit diputus jika tidak segera diatasi.

Penyebab balita belum BAB seminggu

Ada banyak faktor yang bisa menyebabkan penyebab belum BAB seminggu pada balita. Berikut ini penjelasan faktor‐faktor umum dan juga faktor medis yang lebih jarang.

1. Kurangnya asupan serat dalam makanan

Salah satu penyebab paling sering dari susah buang air besar pada balita adalah pola makan rendah serat.

Buah dan sayur, biji‐bijian kandungan seratnya membantu membentuk massa tinja yang empuk dan mempercepat transit usus.

Tanpa cukup serat, feses bergerak perlahan, dan penyerapan air di usus besar membuatnya mengering.

2. Kurang asupan cairan/dehidrasi

Cairan yang cukup dibutuhkan agar feses tetap lunak. Bila balita kurang minum, terutama saat cuaca panas, sakit/demam atau saat makanan padat dikombinasikan dengan tidak cukup air, maka tinja mudah menjadi keras.

Kondisi tubuh yang dehidrasi mempercepat proses penyerapan air di usus.

3. Perubahan pola makan/pengenalan MPASI

Saat bayi beralih dari ASI atau susu formula ke makanan padat (MPASI), atau berganti jenis susu formula, tekstur makanan berubah, kandungan serat dan air bisa berubah drastis.

Bila MPASI yang diberikan kurang serat atau terlalu berat (banyak nasi/pati), bisa memicu feses keras dan susah dikeluarkan.

4. Kurang aktivitas fisik

Gerakan tubuh, latihan berjalan, bermain, atau aktivitas ringan lainnya merangsang gerakan usus (motilitas usus).

Balita yang cenderung diam terus (terutama setelah sakit, terlalu banyak duduk/nonton) bisa mengalami penurunan motilitas usus sehingga feses jadi stagnan.

5. Kebiasaan menahan BAB atau toilet training yang tidak pas

Balita bisa menahan BAB karena pernah mengalami rasa sakit ketika BAB sebelumnya, karena takut toilet, tidak nyaman di toilet luar rumah, atau karena orangtua terlalu memaksa dengan cara toilet training yang kurang sensitif.

Menahan BAB menyebabkan tinja bertahan lebih lama, makin keras, dan lebih sulit dikeluarkan kemudian.

6. Faktor psikologis dan stres

Perubahan rutinitas (seperti pindah rumah, daycare baru, mulai sekolah), stres emosional, atau kecemasan saat toilet training bisa mempengaruhi kesehatan pencernaan.

Anak yang stres atau cemas bisa mengalami gangguan motilitas usus.

7. Kondisi medis/gangguan organik

Walau lebih jarang, penyebab belum BAB seminggu bisa karena kondisi medis seperti:

  • Penyakit Hirschsprung’s — kelainan saraf usus besar yang menyebabkan bagian usus tidak bisa bergerak normal.
  • Hipotiroidisme — metabolisme tubuh melambat termasuk motilitas usus.
  • Intoleransi makanan atau alergi, terutama terhadap protein susu sapi atau bahan pada susu formula.
  • Pengaruh obat tertentu (jarang) yang menurunkan motilitas usus.

8. Kebiasaan pola minum atau ASI/susu formula

Bila ASI atau susu formula tidak diimbangi cukup cairan saat mulai makanan padat, atau susu formula yang digunakan kurang sesuai, bisa menambah risiko susah BAB.

Bila anak sudah mendapatkan ASI eksklusif dan mulai makan padat, perlu diperhatikan transisi makanan dan cairan.

Toilet training pada balita
Ilustrasi. Toilet training pada balita. (Foto: Dok. Odua Images)

Solusi mengatasi balita susah BAB

Jika menghadapi kondisi balita belum BAB seminggu, berikut beberapa solusi yang bisa diterapkan di rumah dan kapan harus ke dokter.

Fokusnya adalah solusi mengatasi susah BAB yang aman dan efektif, sambil memperhatikan penyebab‐penyebab tadi.

1. Perubahan pola makan dan cairan

  • Tingkatkan asupan serat: Perbanyak buah dan sayur yang kaya serat seperti apel, pir, pepaya, sayuran hijau, umbi‐umbian. Jika balita sudah makan padat, tambahkan makanan berserat tinggi setiap hari.
  • Cukupi cairan tubuh: Pastikan balita cukup minum air putih sesuai usianya. Bila cuaca panas atau dalam kondisi demam, tambahan cairan lebih penting. Jus buah tertentu (seperti apel, pir) bisa membantu bila usia sudah sesuai.
  • Hindari makanan penyebab sembelit: Kurangi makanan olahan, gorengan, nasi putih berlebihan, makanan cepat saji, atau susu formula yang diketahui memperparah konstipasi.

2. Dorong aktivitas fisik dan perubahan kebiasaan toilet

  • Selalu aktif bergerak: Main, berjalan, merangkak, bermain di luar akan membantu gerakan usus.
  • Posisi dan kebiasaan BAB: Dorong balita duduk di toilet/potty pada waktu tertentu, misalnya setelah makan pagi atau siang, karena pada saat itu refleks gastrokolik lebih aktif. Jangan menakut‐nakuti atau memaksa agar tidak stres.
  • Pijat perut: Pijat lembut di daerah perut terutama dari arah kanan bawah → kanan atas → kiri atas → kiri bawah, bisa membantu merangsang motilitas usus.

3. Bantuan obat/terapi bila perlu

  • Obat pencahar ringan/pelunak tinja: Jika perubahan di rumah tidak cukup dan tinja sudah sangat keras, obat pelunak tinja atau pencahar osmotik bisa diresepkan oleh dokter.
  • Laxative atau enema jika impaksi tinja: Bila terjadi fecal impaction (tinja yang sudah menumpuk dan tidak bisa keluar), dokter mungkin diperlukan untuk membantu pembersihan usus.

4. Dukungan psikologis, monitoring, dan kebiasaan toilet training yang sehat

  • Berikan dukungan emosional: Hindari memarahi atau menekan anak agar BAB — ini bisa membuat anak takut atau stres terhadap toilet. Ajarkan secara sabar & dengan pujian.
  • Rutinitas toilet/latihan duduk: Ajari anak duduk di toilet/potty secara rutin, misalnya 2‐3 kali sehari, setiap selesai makan. Meski awalnya belum BAB, duduk rutin membantu membangun refleks BAB.
  • Pantau tanda bahaya: Bila balita belum BAB seminggu disertai demam, muntah, perut sangat kembung atau berubah warna, kehilangan berat badan, atau muncul darah, harus segera dibawa ke dokter anak.

Balita belum BAB seminggu bukanlah kondisi yang harus dianggap ringan. Begitu Anda mengenali penyebab belum BAB seminggu—apakah dari makanan, cairan, kebiasaan, atau kondisi medis—lakukan solusi mengatasi susah BAB secara bertahap dan konsisten.

Dengan perubahan diet, aktivitas, rutinitas toilet, dan bila perlu bantuan medis, masalah susah buang air besar pada balita bisa diatasi, sehingga si kecil kembali nyaman dan sehat.

Read Entire Article
Bekasi ekspress| | | |