Hammad Hendra
Selasa, Maret 11, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
Pasukan Hamas Brigade Izzudin Al Qassam. (Dok. Gazamediacenter/Gaza media) |
Gaza, Pewarta.co.id – Hamas menuduh Israel melanggar perjanjian gencatan senjata setelah menunda penarikan pasukannya dari Koridor Philadelphia di Gaza.
Menurut Hamas, tindakan tersebut bertentangan dengan kesepakatan yang telah disepakati dan berpotensi menghambat kelanjutan perundingan damai tahap kedua.
Tudingan pelanggaran gencatan senjata
Dalam pernyataan resmi yang dirilis pada Senin, Hamas meminta para mediator internasional untuk turun tangan dan menekan Israel agar memenuhi komitmennya, termasuk penarikan pasukan sesuai jadwal yang telah ditetapkan.
Kelompok ini mengecam tindakan Israel yang dianggapnya sebagai bentuk ketidakpatuhan terhadap kesepakatan yang mengatur jadwal penarikan pasukan dari Poros Salah al-Din, yang lebih dikenal sebagai Koridor Philadelphia.
“Israel belum mematuhi penarikan pasukannya secara bertahap selama tahap pertama, dan juga belum memulai penarikan pasukannya sesuai jadwal,” kata Hamas.
“Penarikan pasukan itu seharusnya selesai pada hari ke-50 perjanjian, yang jatuh pada hari Ahad, tetapi hal itu belum terjadi.”
Hamas menilai keterlambatan ini sebagai tindakan disengaja yang bertujuan untuk melemahkan perjanjian dan menghambat proses perdamaian lebih lanjut.
“Penundaan tersebut adalah pelanggaran terang-terangan terhadap perjanjian dan upaya yang jelas untuk menyabotase dan membatalkan substansi perjanjian tersebut.”
Seruan kepada mediator Internasional
Hamas mendesak komunitas internasional dan mediator utama, termasuk Mesir dan Qatar, untuk segera mengambil tindakan terhadap Israel.
Mereka menegaskan bahwa penghormatan terhadap perjanjian adalah faktor kunci dalam keberlanjutan proses perdamaian serta pembebasan sandera.
“Mematuhi perjanjian adalah satu-satunya cara untuk mengamankan pembebasan sandera dan mencegah manipulasi lebih lanjut atas nasib mereka. Setiap penundaan berarti mempermainkan hidup mereka dan emosi keluarga mereka.”
Latar belakang kesepakatan gencatan senjata
Perjanjian gencatan senjata antara Hamas dan Israel mulai berlaku pada 19 Januari 2025 dengan mediasi dari Mesir dan Qatar serta dukungan Amerika Serikat.
Kesepakatan ini terdiri dari tiga tahap, masing-masing berlangsung selama 42 hari, dengan pertukaran tahanan sebagai bagian dari kesepakatan.
Namun, Israel belum melanjutkan ke tahap kedua yang seharusnya dimulai pada awal Maret, setelah tahap pertama berakhir.
Hamas menuduh Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dengan sengaja menunda negosiasi untuk memperpanjang tahap pertama demi membebaskan lebih banyak sandera Israel di Gaza tanpa memenuhi kewajiban militer dan kemanusiaan yang telah disepakati.