Nadiem Ajukan Praperadilan di Kasus Dugaan Korupsi Chromebook, Kejagung: Itu Hak Tersangka

1 month ago 36

Redaksi Pewarta.co.id

Redaksi Pewarta.co.id

Rabu, September 24, 2025

Perkecil teks Perbesar teks

 Itu Hak Tersangka
Nadiem Ajukan Praperadilan di Kasus Dugaan Korupsi Chromebook

PEWARTA.CO.ID — Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, resmi mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyusul penetapan dirinya sebagai tersangka dalam penyelidikan dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook.

Langkah hukum ini memicu respons dari Kejaksaan Agung yang menegaskan bahwa upaya praperadilan merupakan hak setiap tersangka.

Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, menegaskan bahwa mengajukan praperadilan adalah bagian dari hak hukum yang dimiliki terduga pelaku beserta penasihat hukumnya.

“Itu merupakan suatu hak bagi tersangka dan penasihat hukumnya. Hal ini juga diatur dalam KUHAP serta diperkuat oleh putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2014,” ujar Anang ketika berbicara kepada wartawan pada Selasa (23/9/2025).

Menurut Anang, mekanisme praperadilan bukan sekadar langkah pemohon semata tetapi juga berfungsi sebagai kontrol terhadap proses penegakan hukum.

“Yang sebetulnya ini juga merupakan check and balancing bagi kita sebagai aparat penegak hukum,” tambahnya, menegaskan posisi Kejaksaan yang menghormati prosedur hukum tersebut.

Isu yang menjadi salah satu titik sengketa adalah klaim pihak Nadiem bahwa penetapan tersangka dilakukan tanpa adanya audit yang menunjukkan adanya kerugian negara.

Menanggapi hal itu, Anang menyatakan bahwa persoalan audit dan temuan kerugian telah masuk ke ranah materi pokok perkara, sehingga praperadilan hanya memeriksa aspek-aspek tertentu dari proses penyidikan.

“Itu sudah masuk ke materi pokok perkara. Praperadilan itu konsepnya hanya menyangkut sah atau tidaknya penyitaan, penangkapan, penggeledahan, dan diperluas pada penetapan tersangka, itu saja,” jelas Anang.

Di pihak kuasa hukum Nadiem, advokat Hana Pertiwi menyatakan bahwa gugatan praperadilan yang diajukan berfokus pada dua hal pokok: penetapan tersangka dan penahanan.

“Penetapan tersangkanya tidak memenuhi dua alat bukti yang sah, salah satunya bukti audit kerugian negara dari instansi yang berwenang, yaitu BPK atau BPKP. Kalau penetapan tersangka tidak sah, otomatis penahanan juga tidak sah,” kata Hana.

Perkembangan ini menempatkan proses hukum dalam fase yang menuntut pembuktian lebih rinci dan pengujian prosedural di pengadilan. Jika pengadilan menerima materi praperadilan, hal itu bisa mempengaruhi status penetapan tersangka dan tindakan penahanan yang telah dijalankan. Namun jika ditolak, proses penyidikan dan langkah penegakan hukum oleh Kejaksaan kemungkinan akan berlanjut sesuai kerangka perkara substantif.

Read Entire Article
Bekasi ekspress| | | |