Hammad Hendra
Kamis, April 24, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
Ilustrasi. OJK soroti 20 Fintech Lending dengan rasio kredit bermasalah di atas batas aman. (Dok. Ist) |
Jakarta, Pewarta.co.id – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan adanya 20 perusahaan penyedia layanan pinjaman daring (fintech peer-to-peer lending) yang memiliki rasio kredit bermasalah (TWP90) melampaui ambang batas wajar sebesar 5 persen per Februari 2025.
TWP90 sendiri merujuk pada tingkat keterlambatan pembayaran pinjaman lebih dari 90 hari.
Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, Agusman, angka tersebut menunjukkan penurunan dibandingkan bulan sebelumnya.
“Penurunan jumlah tersebut dikarenakan, antara lain peningkatan kemampuan penyelenggara dalam memfasilitasi penyaluran dana serta peningkatan kualitas proses collection pendanaan yang sedang berjalan,” kata Agusman, dikutip dari Antara, di Jakarta, Jumat (18/4/2025).
Meski demikian, secara keseluruhan, industri pinjaman online tetap mencatatkan tingkat wanprestasi yang relatif stabil.
Per Februari 2025, TWP90 tercatat sebesar 2,78 persen, dengan nilai pinjaman bermasalah mencapai Rp2,22 triliun.
Tren TWP90 dan profil peminjam
Jika dibandingkan bulan sebelumnya, tingkat TWP90 mengalami sedikit kenaikan dari 2,52 persen pada Januari 2025.
Namun secara tahunan, terjadi penurunan dari 2,95 persen yang tercatat pada Februari 2024.
Menariknya, mayoritas peminjam yang mengalami gagal bayar berada dalam rentang usia 19 hingga 34 tahun, menunjukkan bahwa generasi muda masih menjadi kelompok dominan pengguna layanan ini.
Industri fintech lending masih sehat
Meski ada beberapa penyelenggara yang tercatat dengan rasio kredit macet tinggi, secara umum industri masih berada dalam kondisi yang aman.
OJK menyebutkan bahwa batas toleransi TWP90 yang ditetapkan adalah sebesar 5 persen, dan angka industri secara agregat masih jauh di bawah itu.
Industri fintech lending sendiri mencatatkan kinerja yang cukup positif dengan laba bersih sebesar Rp233,71 miliar per Februari 2025, naik dari Rp152,22 miliar di bulan Januari.
Agusman menilai pertumbuhan tersebut sebagai sinyal kuat akan tingginya minat masyarakat terhadap layanan pinjaman berbasis digital, seiring dengan tren meningkatnya transaksi keuangan digital di Indonesia.
“Hal ini antara lain merupakan dampak dari penyesuaian manfaat ekonomi yang mulai berlaku pada awal tahun 2025 dalam rangka mendorong penyaluran pendanaan yang lebih optimal dari pindar, termasuk pada sektor UMKM,” jelas Agusman.
Pendanaan untuk UMKM meningkat
Dari sisi pembiayaan, total outstanding pendanaan fintech lending per Februari 2025 mencapai Rp80,07 triliun, tumbuh 31,06 persen secara tahunan.
Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) juga turut mendapatkan manfaat dari pertumbuhan ini, dengan porsi pendanaan yang terus meningkat.
Pada Februari, pendanaan yang disalurkan ke sektor produktif dan UMKM tercatat sebesar Rp29,25 triliun, atau sekitar 36,53 persen dari total outstanding industri—naik dari 35,64 persen pada bulan sebelumnya.
“Penyelenggara pindar terus didorong untuk meningkatkan pendanaan pada sektor produktif dan atau UMKM sebagaimana yang tertuang dalam Roadmap Pengembangan dan Penguatan LPBBTI/Pindar periode 2023-2028,” kata Agusman pula.