Nimas Taurina
Jumat, Mei 09, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
PEWARTA.CO.ID - Keputusan Amerika Serikat untuk hengkang dari keanggotaan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memicu dampak besar dalam peta kesehatan global. Salah satu yang terdampak adalah PT Bio Farma (Persero), BUMN Indonesia yang bergerak di bidang farmasi dan vaksin. Meski demikian, Bio Farma memilih untuk tidak terpukul, dan justru mengambil langkah proaktif dengan membuka peluang kolaborasi internasional secara lebih agresif.
Direktur Utama Bio Farma, Shadiq Akasya, dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VI DPR RI di Jakarta pada Kamis (8/5/2025), mengungkapkan bahwa pihaknya tengah giat melakukan penetrasi pasar luar negeri. Salah satu strategi yang tengah dijalankan adalah menjalin komunikasi dengan negara-negara di kawasan timur tengah.
“Bulan lalu kami ketemu dengan Kementerian Kesehatan Arab Saudi dan di sana ada juga perusahaan vaksin Arab Saudi, Arabio, ingin kerja sama dengan kami. Kami akan lakukan untuk beberapa produk yang nantinya akan melakukan penjualan dan juga transfer teknologi," ujarnya.
Langkah ini dianggap penting menyusul dampak langsung dari keluarnya AS dari WHO, yang membuat organisasi tersebut kehilangan kontribusi dana sekitar 2 miliar dolar AS, atau setara Rp32 triliun. Dana tersebut selama ini berperan penting dalam mendukung berbagai program kesehatan global, termasuk pengadaan vaksin melalui organisasi seperti GAVI, The Vaccine Alliance.
“Kami ini akan terdampak dari situ di mana secara total kebetulan wakil direktur kami ini menjadi salah satu board dari GAVI yang kemarin bulan lalu ada pertemuan, menyatakan selama bertahun-tahun GAVI itu baru tahun ini terjadi short pendanaannya,” ungkap Shadiq.
Kekurangan dana ini, menurut Shadiq, bukan hanya akibat keputusan AS, tetapi juga dipengaruhi oleh ketegangan geopolitik dan potensi penahanan dana oleh negara lain akibat perang dagang global. Ini menjadi tantangan tersendiri, terutama bagi produsen vaksin seperti Bio Farma yang mengandalkan jaringan global untuk distribusi dan produksi vaksin, termasuk vaksin polio yang selama ini diekspor ke berbagai negara dalam kondisi darurat.
Sayangnya, kata Shadiq, permintaan terhadap vaksin polio hanya meningkat saat terjadi wabah atau situasi darurat, sehingga tidak dapat diandalkan sebagai pasar yang stabil dalam kondisi normal. Ini pula yang mendorong Bio Farma untuk mendiversifikasi produk dan memperluas jaringan kerja sama internasional.
Sebagai catatan, keputusan kontroversial pemerintah AS di bawah Presiden Donald Trump untuk keluar dari WHO diumumkan pada Januari 2025. Pemerintah AS menuduh WHO gagal menangani pandemi COVID-19 dan dinilai tidak netral dalam menghadapi tekanan politik dari negara-negara anggota. Selain itu, AS merasa beban kontribusi yang mereka tanggung tidak sebanding dengan negara lain.