Nimas Taurina
Jumat, Mei 09, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana saat berbicara dalam acara Program Mentoring Berbasis Risiko (Promensisko) di Gedung PPATK, Jakarta, Kamis (8/5/2025). (Dok. ANTARA). |
PEWARTA.CO.ID - Fenomena judi online (judol) di Indonesia semakin memprihatinkan. Data terbaru dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan bahwa jutaan masyarakat yang terlibat dalam praktik ini ternyata hidup dalam lilitan utang.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, memaparkan bahwa dari total 8,8 juta pemain judol sepanjang tahun 2024, sebanyak 3,8 juta di antaranya diketahui memiliki pinjaman, termasuk pinjaman dari lembaga keuangan resmi maupun pinjaman online (pinjol).
“Di tahun 2024, dari 8,8 juta pemain, 3,8 jutanya memiliki pinjaman. Jadi, dia main judi online plus minjam uang di bank,” ujar Ivan dalam acara Promensisko di Gedung PPATK, Jakarta, Kamis (8/5/2025).
Angka ini menunjukkan peningkatan tajam dibandingkan tahun 2023, di mana dari 3,7 juta pemain, terdapat 2,4 juta yang juga berstatus sebagai peminjam. Lonjakan ini mencerminkan semakin besarnya keterkaitan antara kecanduan judi dan jeratan utang.
Ivan juga menyoroti kecenderungan masyarakat berpenghasilan rendah yang semakin besar dalam mengalokasikan uangnya untuk berjudi. Ia menyebut bahwa kelompok ini bahkan bisa menghabiskan hingga 73 persen pendapatannya demi bermain judol.
“Dulu kemungkinan dapat Rp1 juta dibuang cuma Rp300 ribu. Sekarang dapat Rp1 juta, Rp900 ribu bisa terbuang untuk judi online, atau bahkan seluruhnya. Ini bergerak terus dari 2017. Semakin boros untuk judi online,” jelasnya.
Masalah menjadi kian kompleks karena ketika akses pinjaman dari bank tidak tersedia, para pemain ini cenderung berpaling ke pinjaman online. Ivan menegaskan bahwa kondisi ini memberikan tekanan sosial yang luar biasa, terutama bagi individu dan keluarga yang terdampak langsung.
“Pertanyaan berikutnya, kalau dia tidak punya akses kepada bank, lalu dia tetap harus beli makan, bayar sekolah, dan macam-macam, dia pinjamnya ke mana? Dia pinjamnya larinya ke pinjol,” ungkap Ivan.
Bahkan, data pada triwulan pertama (Januari–Maret) tahun 2025 menunjukkan bahwa sebanyak 71,6 persen dari 1.066.970 pemain judi online merupakan individu dengan penghasilan antara Rp0 hingga Rp5 juta per bulan.
“Dibandingkan dengan 2024, 70,7 persen dari total pemain, 9.787.749 orang yang bertransaksi. Dibayangkan ini sangat masif saudara-saudara kita berpenghasilan rendah terlibat judi online,” tambah Ivan.
Temuan ini menunjukkan bahwa judol tak lagi sekadar persoalan pelanggaran hukum, tapi telah menjadi isu sosial serius yang menggerus kesejahteraan masyarakat bawah. Ketergantungan terhadap judi online bukan hanya membuat para pemainnya bangkrut, tetapi juga memperbesar potensi krisis sosial akibat utang yang terus menumpuk.
Pemerintah dan masyarakat kini ditantang untuk segera mengambil langkah tegas dalam menghadapi maraknya praktik ini, sebelum makin banyak warga terjebak dalam lingkaran setan antara judi dan utang.