Hammad Hendra
Kamis, Mei 08, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
Ilsutrasi . (Dok. Galihpahlevi) |
PEWARTA.CO.ID - Perkembangan teknologi yang kian cepat telah menghadirkan tantangan baru bagi dunia bisnis.
Ketidakpastian, kompleksitas, dan perubahan yang mendadak kini menjadi bagian dari lanskap manajerial yang tak terelakkan.
Di tengah dinamika ini, pendekatan manajemen konvensional yang kaku dan hierarkis tak lagi mampu menjawab kebutuhan zaman.
Dibutuhkan sebuah pendekatan berpikir baru: mindset inovatif.
Berpikir inovatif tidak sekadar menciptakan hal baru, tetapi juga menuntut keberanian untuk menantang cara lama, mengambil risiko, dan belajar dari kesalahan.
Mindset ini merupakan kunci bagi manajer dan pemimpin untuk tetap relevan, adaptif, dan kompetitif di era digital yang penuh disrupsi.
Definisi mindset inovatif dalam manajemen
Konsep mindset pertama kali dikenal luas melalui karya Dr. Carol Dweck, psikolog dari Stanford University, dalam bukunya Mindset: The New Psychology of Success (2006).
Ia membagi pola pikir manusia ke dalam dua kategori: fixed mindset dan growth mindset.
1. Fixed mindset (pola pikir tetap)
Individu dengan pola pikir ini cenderung menghindari tantangan, mudah menyerah, dan merasa terancam oleh keberhasilan orang lain.
Mereka percaya bahwa bakat dan kecerdasan adalah hal tetap yang tidak dapat diubah.
2. Growth mindset (pola pikir bertumbuh)
Berbeda halnya dengan mereka yang berpola pikir bertumbuh.
Mereka melihat tantangan sebagai peluang untuk berkembang dan yakin bahwa kemampuan dapat diasah melalui usaha, strategi, dan pengalaman belajar dari kegagalan.
Dalam konteks manajemen, pemimpin dituntut bukan hanya sebagai pengambil keputusan, tetapi juga sebagai penggerak perubahan.
Inovasi sejati lahir dari keberanian untuk bereksperimen dan menerima kemungkinan gagal sebagai bagian dari proses.
Inovasi tak selalu soal teknologi. Ia juga hadir dalam bentuk penyederhanaan proses kerja, pembaruan struktur organisasi, hingga perubahan cara berpikir kolektif.
Artinya, inovasi adalah cara pandang yang aktif dan progresif.
Pentingnya mindset inovatif di era digital
Transformasi digital telah mengubah cara bisnis dijalankan, dari model bisnis hingga preferensi konsumen.
Kecepatan perubahan ini menuntut organisasi untuk bergerak lincah dan responsif.
Organisasi yang mampu beradaptasi adalah mereka yang membangun budaya terbuka terhadap ide-ide baru dan tak takut meninggalkan cara lama.
Budaya kreatif inilah yang membedakan perusahaan tangguh dari yang stagnan.
Organisasi dengan mindset inovatif mendorong eksperimen dari berbagai lini, termasuk karyawan level bawah.
Kegagalan tidak dilihat sebagai akhir, melainkan bagian dari proses pembelajaran.
Inovasi juga berarti memiliki keberanian untuk mendobrak kebiasaan lama yang sudah tak lagi relevan.
Bukan sekadar mengembangkan teknologi mutakhir, tetapi juga menciptakan solusi baru yang sesuai dengan tantangan zaman.
Tantangan dalam mewujudkan mindset inovatif
Meskipun penting, menerapkan pola pikir inovatif tidaklah mudah.
Banyak perusahaan tersandung pada hambatan internal, keterbatasan sumber daya, hingga tantangan budaya organisasi.
1. Resistensi internal: Zona nyaman, birokrasi, dan ketakutan gagal
Sebagian besar organisasi mapan cenderung mempertahankan status quo karena merasa nyaman.
Struktur birokratis dan ketakutan akan kegagalan seringkali menghambat ide-ide baru. Akibatnya, inovasi hanya menjadi jargon tanpa realisasi konkret.
“Banyak orang merasa tidak perlu mencoba metode baru ketika metode lama cukup untuk bertahan.”
2. Keterbatasan sumber daya: Waktu, anggaran, dan SDM
Proses inovasi membutuhkan ruang eksplorasi, yang sayangnya sering dikorbankan karena tekanan target jangka pendek.
Kurangnya anggaran, tenaga ahli, dan waktu membuat semangat inovatif sulit dijalankan secara nyata.
“Banyak bisnis ingin berinovasi, tetapi mereka tidak memiliki infrastruktur yang diperlukan.”
3. Budaya inovatif tidak terbentuk seketika
Mengubah budaya organisasi membutuhkan waktu dan komitmen. Ini bukan sekadar pembentukan unit khusus atau penggunaan teknologi baru, melainkan perubahan menyeluruh dalam cara berpikir dan bertindak seluruh anggota organisasi.
"Butuh waktu untuk membangun budaya yang toleran terhadap perubahan dan kegagalan.”
Penutup: Mindset kreatif sebagai jalan bertahan
Dalam era yang ditandai dengan ketidakpastian dan perubahan konstan, hanya organisasi dengan mindset kreatif yang dapat bertahan dan berkembang.
Transformasi ini membutuhkan dukungan dari semua elemen organisasi dari kepemimpinan hingga karyawan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung eksplorasi dan pembelajaran berkelanjutan.
Keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh strategi, tetapi juga oleh keberanian untuk berubah dan kemampuan untuk belajar dari setiap tantangan.