Nimas Taurina
Sabtu, April 26, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
Ilustrasi - Salah satu SPBU yang berada di DKI Jakarta. (Dok. Okezone). |
PEWARTA.CO.ID - Mulai Mei 2025, warga DKI Jakarta berpotensi menikmati harga bahan bakar minyak (BBM) yang lebih murah di SPBU. Hal ini terjadi menyusul kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang akan menurunkan tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) untuk kendaraan pribadi dan umum.
Langkah ini diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 yang merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dalam beleid itu, PBBKB kendaraan pribadi akan dipangkas dari 10% menjadi 5%, sementara kendaraan umum hanya dikenai 2%.
Pengamat energi, Fabby Tumiwa, menilai bahwa kebijakan ini akan berdampak langsung pada harga BBM yang dijual di SPBU, khususnya di wilayah Jakarta. Pasalnya, komponen pajak tersebut dibebankan langsung kepada konsumen, sehingga penyesuaian tarif otomatis akan memengaruhi harga jual BBM.
"Dampaknya memang harga BBM di Jakarta per bulan Mei nanti mestinya akan turun, karena komponen pajak kan berkurang," ujar Fabby, Sabtu (26/4/2025).
Sebagai gambaran, jika saat ini harga Pertalite di SPBU Jakarta dipatok Rp10.000 per liter dengan PBBKB 10%, maka setelah pajak diturunkan menjadi 5%, harga jualnya bisa turun menjadi sekitar Rp9.500 per liter.
"Kalau mobil begitu ya, misalnya beli bahan bakar sampai Rp500 ribu, dari Rp500 ribu itu 10%-nya adalah pajak. Tapi kalau diturunkan menjadi 5%, berarti kan ada potongan Rp25 ribu. Jadi yang biasanya bayar Rp500 ribu, sekarang bayarnya Rp475 ribu," jelasnya.
Meski penurunan harga ini bisa menguntungkan konsumen Jakarta, Fabby mengingatkan bahwa dampak lanjutan dari kebijakan ini juga perlu diperhatikan. Salah satunya adalah potensi peningkatan konsumsi BBM karena harga yang lebih murah.
"Dampaknya memang harga BBM bisa lebih murah, tapi kalau harga BBM lebih murah, akan berdampak pada konsumsi BBM yang naik biasanya," pungkasnya.
Tidak hanya itu, ada kemungkinan wilayah Jakarta menjadi tujuan pengisian BBM bagi kendaraan dari luar daerah. Ini bisa menimbulkan efek domino, mulai dari antrean panjang di SPBU hingga meningkatnya lalu lintas kendaraan di perbatasan.
Secara umum, kebijakan pemotongan pajak BBM ini menunjukkan responsivitas Pemprov DKI Jakarta terhadap tekanan ekonomi masyarakat. Di sisi lain, kebijakan ini juga menjadi strategi untuk mendorong efisiensi dan daya beli, terutama di tengah situasi harga komoditas yang fluktuatif.
Namun, efektivitas kebijakan ini tetap bergantung pada pengawasan di lapangan. Pemerintah daerah dan pusat perlu bekerja sama dalam memastikan distribusi dan penjualan BBM tetap berjalan lancar, tanpa menimbulkan efek samping negatif seperti penyelundupan atau penimbunan.
Meskipun potensi penurunan harga BBM sudah mulai dibicarakan, realisasi perubahan tarif dan harga jual BBM di SPBU masih menunggu implementasi resmi kebijakan pada Mei 2025. Pemerintah juga perlu memastikan bahwa SPBU menyesuaikan harga sesuai tarif pajak terbaru.
Jika diterapkan dengan baik, kebijakan ini dapat menjadi angin segar bagi masyarakat urban yang sangat bergantung pada kendaraan bermotor. Tak hanya mengurangi beban pengeluaran harian, tapi juga bisa menjadi stimulus bagi aktivitas ekonomi lokal.
Kini masyarakat tinggal menunggu apakah harga Pertalite benar-benar akan turun menjadi Rp9.500 per liter, dan sejauh mana dampaknya akan dirasakan secara nyata di jalanan Jakarta.