Strategi Sri Mulyani Hadapi Tarif AS: Redam Gejolak, Buka Peluang Ekonomi Baru

10 hours ago 8

Nimas Taurina

Nimas Taurina

Sabtu, April 26, 2025

Perkecil teks Perbesar teks

 Redam Gejolak, Buka Peluang Ekonomi Baru
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (kiri) dalam Konferensi Pers Perkembangan Lanjutan Negosiasi Dagang Indonesia-Amerika Serikat secara daring dari Washington DC, AS yang dipantau di Jakarta, Kamis (25/4/2025). (Dok. ANTARA).

PEWARTA.CO.ID - Pemerintah Indonesia mengambil langkah strategis dalam menghadapi kebijakan tarif resiprokal yang diberlakukan oleh Amerika Serikat. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa pendekatan yang dilakukan tidak hanya bertujuan meredam dampak ekonomi dari kebijakan tersebut, tetapi juga dimaksudkan untuk membuka jalan bagi peluang pertumbuhan baru yang lebih luas.

“Saya sampaikan optimisme bahwa langkah-langkah yang telah disiapkan tidak hanya mampu meredam guncangan yang terjadi, tetapi juga membuka banyak kesempatan untuk pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan,” ujar Sri Mulyani dalam wawancara di sela-sela agenda IMF-World Bank Spring Meetings 2025, sebagaimana dikutip dari akun Instagram resminya @smindrawati pada Sabtu (26/4/2025).

Dalam menghadapi kebijakan tarif dari Negeri Paman Sam, pemerintah Indonesia tidak memilih jalan konfrontatif. Sebaliknya, pendekatan dialogis menjadi strategi utama. Pemerintah Indonesia membuka ruang komunikasi untuk memahami alasan di balik kebijakan AS, sambil menawarkan sejumlah alternatif untuk memperkecil defisit neraca perdagangan antara kedua negara.

Langkah ini dibarengi dengan reformasi internal, termasuk upaya deregulasi dan penyederhanaan administrasi yang dinilai bisa memperlancar perdagangan dan investasi lintas negara. Selain itu, Indonesia juga tengah menjajaki diversifikasi tujuan ekspor sebagai bentuk mitigasi risiko jangka panjang.

“Oleh karenanya, diskusi dengan berbagai mitra seperti ASEAN Plus Three dan Uni Eropa terus dijalin dengan baik demi tujuan bersama, menciptakan kerja sama yang saling menguntungkan,” tambah Sri Mulyani.

Kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan AS terhadap Indonesia diketahui mencapai angka cukup tinggi, yakni 32 persen. Langkah ini merupakan bagian dari upaya AS menyeimbangkan kembali hubungan dagangnya dengan sejumlah mitra utama, termasuk Indonesia.

Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, sebelumnya memperkirakan proses penyesuaian defisit ini akan berlangsung dalam kurun dua hingga tiga tahun. Meski begitu, Indonesia tidak tinggal diam. Pemerintah segera bergerak cepat dan aktif menjalin komunikasi diplomatik serta perundingan teknis untuk merespons tantangan ini.

Langkah cepat dan proaktif Indonesia mendapat pengakuan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah dan pelaku usaha di AS. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan bahwa proposal kerja sama yang disampaikan Indonesia dipandang komprehensif dan menyasar kepentingan kedua belah pihak.

Proposal tersebut mencakup lima poin penting, yaitu:

  1. Ketahanan energi nasional

  2. Akses pasar ekspor

  3. Deregulasi usaha dan investasi

  4. Kolaborasi rantai pasok industri strategis dan mineral kritis

  5. Penguatan akses terhadap teknologi dan inovasi

Dengan isi proposal yang menyentuh sektor-sektor strategis, Indonesia berharap kesepakatan yang tercapai nantinya dapat memberi manfaat jangka panjang.

Saat ini, Indonesia dan Amerika Serikat sepakat untuk melanjutkan diskusi teknis yang lebih mendalam dalam dua pekan ke depan. Tujuannya adalah menemukan solusi konkret yang saling menguntungkan, baik dari sisi tarif maupun kerja sama ekonomi lainnya.

Sebagai landasan hukum dalam perundingan ini, kedua negara juga telah menandatangani Non-Disclosure Agreement (NDA) sebagai bagian dari Bilateral Agreement on Reciprocal Trade, Investment, and Economic Security. Kesepakatan ini menjadi pijakan awal untuk kerja sama jangka panjang yang lebih terstruktur.

Meski tekanan global dan tantangan tarif cukup berat, pemerintah Indonesia tampak optimistis. Langkah antisipatif dan terbukanya ruang negosiasi membuat peluang untuk memperkuat hubungan dagang dengan AS tetap terbuka lebar.

Bagi Indonesia, kebijakan tarif AS bukan hanya tantangan yang harus dihadapi, tapi juga momentum untuk melakukan pembenahan struktural dan memperluas cakupan kerja sama internasional.

Read Entire Article
Bekasi ekspress| | | |