Redaksi Pewarta.co.id
Minggu, Desember 29, 2024
Perkecil teks Perbesar teks
Ilustrasi. Menopause. (Dok. Canva) |
PEWARTA.CO.ID - Perempuan yang memasuki fase menopause perlu berhati-hati saat mempertimbangkan penggunaan obat untuk mengatasi gejala-gejalanya.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) baru-baru ini mengeluarkan peringatan serius terkait penggunaan obat menopause yang dapat meningkatkan risiko cedera hati.
Salah satu obat yang mendapat perhatian khusus adalah Veozah (fezolinetant), yang digunakan untuk mengatasi gejala vasomotor menopause.
Menurut siaran pers FDA yang diterbitkan pada Rabu (18/12/2024), penggunaan Veozah berpotensi menyebabkan cedera hati.
Dalam peringatan tersebut, FDA mengingatkan bahwa jika pasien mengalami tanda-tanda cedera hati, penghentian pengobatan dapat mencegah kondisi ini memburuk dan bahkan berpotensi memulihkan fungsi hati.
Veozah sendiri adalah obat yang telah disetujui oleh FDA untuk meredakan gejala vasomotor yang parah hingga sedang, seperti hot flashes dan berkeringat malam.
Hot flashes adalah sensasi panas mendadak yang muncul pada bagian atas tubuh, sering terjadi akibat perubahan hormon sebelum, selama, dan setelah menopause.
Obat ini bekerja dengan cara menghambat reseptor neurokinin 3 (NK3) yang berperan dalam pengaturan suhu tubuh, serta menyeimbangkan kadar estrogen dan neurokinin B. Meskipun demikian, meski obat ini tergolong dalam kategori nonhormonal, penggunaan Veozah tetap harus diawasi dengan ketat.
Beberapa efek samping umum yang dapat muncul meliputi sakit perut, diare, kesulitan tidur, sakit punggung, dan hot flashes itu sendiri. Informasi resep yang ada sudah mencantumkan peringatan mengenai peningkatan nilai tes darah hati dan perlunya pemantauan kondisi hati secara berkala.
FDA menegaskan bahwa setelah meninjau sejumlah kasus pasca-pemasaran, mereka memperbarui rekomendasi terkait pengawasan kondisi hati.
Salah satu kasus yang menjadi perhatian adalah seorang pasien yang mengalami peningkatan nilai tes darah hati dan gejala cedera hati setelah menggunakan Veozah selama sekitar 40 hari.
Pasien tersebut menunjukkan gejala seperti kelelahan, mual, gatal, serta perubahan warna pada mata dan kulit yang menguning, tinja berwarna terang, dan urine berwarna gelap. Setelah penghentian pengobatan, kondisi pasien membaik dan nilai tes darahnya kembali normal.
Berdasarkan temuan ini, FDA mengeluarkan rekomendasi baru yang meminta pasien dan tenaga medis untuk melakukan pemeriksaan hati setiap bulan selama dua bulan pertama pengobatan.
Selain itu, tes lanjutan disarankan pada bulan ke-3, ke-6, dan ke-9. Jika pasien mengalami tanda-tanda cedera hati, mereka disarankan untuk segera menghentikan pengobatan dan menghubungi tenaga kesehatan yang meresepkan obat tersebut.
FDA juga mencatat bahwa reaksi tubuh terhadap pengobatan dapat berbeda-beda untuk setiap individu, tergantung pada berbagai faktor seperti kesehatan umum, genetika, kondisi yang mendasari, serta obat-obatan lain yang sedang digunakan. Karena itu, kemungkinan seseorang mengalami masalah hati akibat penggunaan Veozah tidak dapat diprediksi secara pasti.
"Manfaat-risiko Veozah secara keseluruhan tetap positif," tulis keterangan Astellas, produsen Veozah, dilansir dari Pafikabupatenbintan.org.
Namun, mereka juga menekankan pentingnya bagi pasien dan tenaga medis untuk memahami potensi efek samping dari obat ini dan selalu memantau kondisi pasien selama pengobatan.
Bagi perempuan yang menggunakan atau mempertimbangkan penggunaan Veozah, sangat penting untuk menjalani pemeriksaan rutin dan berkomunikasi secara terbuka dengan tenaga medis untuk memastikan penggunaan obat yang aman dan efektif.