Musim Kemarau 2025 Diprediksi Lebih Singkat, Ini Penjelasan BMKG dan Imbauannya

2 days ago 17

Hammad Hendra

Hammad Hendra

Kamis, April 17, 2025

Perkecil teks Perbesar teks

Musim Kemarau 2025 Diprediksi Lebih Singkat, Ini Penjelasan BMKG dan Imbauannya
Musim kemarau 2025 diprediksi lebih singkat, ini penjelasan BMKG dan imbauannya. (Dok. BMKG)

PEWARTA.CO.ID - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan bahwa musim kemarau tahun 2025 di Indonesia akan berlangsung lebih singkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Musim kering ini mulai memasuki sejumlah wilayah sejak April dan akan berkembang secara bertahap ke daerah lain.

Tiga faktor pemicu kemarau singkat

Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan bahwa meskipun kondisi ENSO (El Nino-Southern Oscillation) berada dalam fase netral, ada tiga faktor utama yang memengaruhi durasi kemarau yang lebih pendek tahun ini.

Faktor pertama adalah pengaruh dari fenomena La Nina yang tergolong lemah di awal tahun.

"Awal tahun 2025 diprediksi akan mengalami La Nina lemah, yang dapat meningkatkan curah hujan di beberapa wilayah Indonesia. Hujannya enggan pergi dari Indonesia," ungkap Guswanto kepada CNBC Indonesia, Selasa (15/4/2025).

La Nina meski dalam kondisi lemah, tetap membawa dampak signifikan dengan mendorong mundurnya awal kemarau hingga mendekati bulan Juni.

Faktor kedua adalah meningkatnya suhu permukaan laut yang turut memengaruhi pola hujan.

Namun, efeknya tidak memperpanjang kemarau karena kondisi ENSO tetap netral.

"Suhu laut yang meningkat dapat memengaruhi pola curah hujan, tetapi dalam kasus ini, tidak menyebabkan kemarau panjang karena kondisi ENSO yang netral," lanjutnya.

Sedangkan faktor ketiga adalah prediksi curah hujan yang cenderung normal di sebagian besar wilayah Indonesia.

"Sehingga musim kemarau tidak terlalu panjang," tambahnya.

Melihat situasi ini, Guswanto mengingatkan pentingnya pengelolaan air selama masa transisi ini.

"Karena itu, saat masih ada hujan seperti sekarang, perlu manajemen sumber daya air," katanya. Ia menambahkan bahwa para petani bisa memanfaatkan musim kemarau yang lebih singkat ini dengan lebih optimal.

Kemarau dimulai bertahap, puncak di Agustus

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyebutkan bahwa hingga April 2025, sekitar 115 Zona Musim (ZOM) di Indonesia sudah mulai memasuki masa kemarau.

Jumlah ini diperkirakan akan meningkat pada bulan Mei dan Juni seiring meluasnya area terdampak, seperti wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Papua.

"Fenomena iklim global seperti El Nino-Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) saat ini berada dalam fase netral, yang menandakan tidak adanya gangguan iklim besar dari Samudra Pasifik maupun Samudra Hindia hingga semester II tahun 2025," jelasnya, dikutip dari situs resmi BMKG.

Namun, kondisi suhu permukaan laut yang cenderung lebih hangat dari biasanya diperkirakan akan bertahan hingga September dan berpotensi memberi pengaruh terhadap kondisi cuaca lokal.

"Namun, suhu muka laut di wilayah Indonesia cenderung lebih hangat dari normal dan diperkirakan bertahan hingga September, yang dapat memengaruhi cuaca lokal di Indonesia," imbuhnya.

Dwikorita mengungkapkan bahwa puncak musim kemarau akan terjadi pada rentang Juni hingga Agustus.

"Wilayah-wilayah seperti Jawa bagian tengah hingga timur, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, dan Maluku diperkirakan mengalami puncak kekeringan pada Agustus," ujarnya.

Peringatan risiko dan langkah mitigasi

Meski musim kemarau tahun ini diprediksi lebih pendek, BMKG tetap mengimbau kewaspadaan terhadap potensi bencana, terutama kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

"Peningkatan kesiapsiagaan terhadap potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi hal yang sangat krusial. Terutama di wilayah yang diprediksi mengalami musim kemarau dengan sifat normal hingga lebih kering dari biasanya," tegas Dwikorita.

Ia juga mengingatkan pentingnya pembasahan lahan gambut dan pengisian embung saat hujan masih turun, guna mencegah risiko kebakaran saat kemarau berlangsung.

"Pada periode saat ini dimana masih ada hujan, perlu ditingkatkan upaya pembasahan lahan-lahan gambut untuk menaikkan tinggi muka air dan pengisian embung-embung penampungan air di area yang rentan terbakar," tambahnya.

Tidak hanya itu, masyarakat diminta tetap siaga terhadap potensi buruk lainnya seperti penurunan kualitas udara di kawasan perkotaan, serta dampak suhu tinggi dan kelembapan ekstrem terhadap kesehatan.

"Semoga informasi ini dapat menjadi panduan bagi para pengambil kebijakan dalam merancang strategi antisipatif dan adaptif untuk menghadapi musim kemarau 2025.

Informasi lebih lanjut dan pembaruan data iklim serta cuaca secara real time dapat diakses melalui website resmi BMKG, media sosial @/infoBMKG, serta aplikasi InfoBMKG," pungkasnya.

Read Entire Article
Bekasi ekspress| | | |