Redaksi Pewarta.co.id
Kamis, Juni 05, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
Dok. YouTube Kang Dedi Mulyadi. |
PEWARTA.CO.ID — Kebijakan baru dari Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang menetapkan jam masuk sekolah dimulai pukul 06.30 WIB menuai reaksi beragam dari masyarakat.
Aturan ini tertuang dalam Surat Edaran Nomor: 58/PK.03/DISDIK tentang Jam Efektif pada Satuan Pendidikan di Provinsi Jawa Barat, yang resmi diterbitkan pada 28 Mei 2025.
Regulasi ini berlaku untuk seluruh jenjang pendidikan, mulai dari PAUD, SD, SMP, hingga SMA, dan diterapkan pada hari efektif sekolah, yaitu Senin hingga Jumat. Penyesuaian jadwal belajar disesuaikan dengan tingkat pendidikan masing-masing.
Tujuan dari kebijakan memajukan jam masuk sekolah di Jabar ini adalah membentuk generasi muda dengan karakter “Panca Waluya”, yakni nilai-nilai kepribadian khas Sunda yang meliputi cageur (sehat), bageur (baik), bener (jujur), pinter (cerdas), dan singer (terampil).
Gubernur Dedi berharap, dengan masuk sekolah lebih pagi, siswa bisa lebih disiplin dan sehat secara jasmani dan rohani.
Namun, rencana ini tak luput dari kritik dan keluhan, terutama dari para orangtua dan pengguna media sosial. Mereka menilai jam masuk sekolah yang terlalu pagi dapat berdampak buruk pada kesehatan fisik dan mental siswa, terlebih bagi yang tinggal jauh dari sekolah.
Akun Instagram @yanoer25 mengomentari postingan @depok24jam yang mengangkat isu ini dengan menyarankan, “Mundur 30 menit ya pak? Mundur lagi pak 30 menit, jadi jam 07.00.”
Komentar itu lalu ditanggapi oleh akun @mochabdulroup, “Soalnya nggak semua orang rumahnya dekat dengan sekolah, ada juga yang 30 menit sampai 1 jam.”
Keluhan tersebut memperlihatkan keresahan masyarakat terkait kesiapan siswa dalam menghadapi aktivitas belajar yang lebih pagi dari biasanya, apalagi di daerah dengan akses transportasi publik yang terbatas atau jarak rumah ke sekolah yang cukup jauh.
Tak hanya soal jam masuk sekolah, Gubernur Dedi juga tengah mempertimbangkan penghapusan pekerjaan rumah (PR) bagi siswa. Ia menyampaikan bahwa tugas-tugas akademik seharusnya diselesaikan di sekolah, bukan dibawa pulang dan menjadi beban tambahan.
Menurut Dedi, waktu di rumah sebaiknya dimanfaatkan siswa untuk mengembangkan potensi non-akademik, menjalin interaksi keluarga, atau membantu orangtua. Rencana ini juga sejalan dengan kebijakan jam malam bagi pelajar di Jawa Barat, yang sedang dalam tahap penerapan untuk mencegah aktivitas luar rumah yang berlebihan pada malam hari.
Sejauh ini, belum ada pernyataan resmi dari Dinas Pendidikan Jawa Barat terkait potensi revisi kebijakan jam masuk sekolah. Namun, tingginya respons masyarakat bisa menjadi pertimbangan penting bagi Pemprov Jabar dalam mengevaluasi kembali implementasinya di lapangan.