Waspadai Perang Dagang Jilid II, Ini 3 Jurus Pemerintah Redam Dampaknya

1 week ago 20

Pewarta Network

Pewarta Network

Rabu, April 09, 2025

Perkecil teks Perbesar teks

Waspadai Perang Dagang Jilid II, Ini 3 Jurus Pemerintah Redam Dampaknya
Ilustrasi perang dagang. (Dok. Flickr).

PEWARTA.CO.ID - Ketegangan perdagangan global kembali memanas usai Amerika Serikat menerapkan tarif tambahan terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia. Menyikapi situasi ini, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengusulkan tiga strategi utama agar Indonesia bisa meminimalkan dampak dari konflik dagang gelombang kedua ini.

Menurut Josua, perang dagang AS dan China yang bereskalasi tajam dapat membawa efek domino bagi perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Meski dampaknya terhadap Indonesia tidak langsung, imbasnya tetap perlu diantisipasi.

“Indonesia berpotensi terdampak dalam jangka pendek melalui pelemahan ekspor dan tekanan pasar keuangan, namun bisa mengurangi risiko melalui diplomasi aktif, diversifikasi pasar ekspor, dan penguatan daya saing industri padat karya di tengah turbulensi global,” ujarnya Rabu (9/4/2025).

Strategi 1: Diplomasi Aktif Hadapi AS

Pemerintah Indonesia memilih jalur negosiasi untuk merespons kebijakan tarif baru dari Presiden AS Donald Trump, yang menetapkan tarif resiprokal hingga 32 persen untuk Indonesia. Ada lima poin utama yang masuk dalam paket negosiasi:

  1. Relaksasi aturan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) untuk perusahaan teknologi seperti Apple, Microsoft, dan Oracle.

  2. Evaluasi hambatan perdagangan antara Indonesia dan AS.

  3. Percepatan sertifikasi halal untuk produk AS.

  4. Peningkatan impor komoditas pertanian seperti kedelai dan gandum, serta peralatan teknik dan migas dari AS.

  5. Pemberian insentif fiskal dan nonfiskal guna menjaga daya saing produk ekspor Indonesia ke AS.

Strategi 2: Diversifikasi Pasar Ekspor

Pemerintah juga berupaya mengurangi ketergantungan terhadap pasar tradisional dengan menyasar negara-negara alternatif seperti Mesir dan Nigeria. Negara-negara tersebut dinilai memiliki potensi besar untuk menerima ekspor Indonesia, khususnya produk-produk elektronik, tekstil, alas kaki, dan garmen—sektor yang saat ini terdampak oleh tarif tinggi di pasar AS.

Strategi 3: Penguatan Industri Padat Karya

Salah satu sektor yang menjadi fokus utama adalah tekstil dan produk tekstil (TPT) yang menyerap hampir 4 juta tenaga kerja dan menyumbang ekspor senilai lebih dari 2 miliar dolar AS.

Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan agar sektor padat karya ini masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) agar bisa mendapatkan kemudahan perizinan dan insentif yang lebih cepat.

Langkah penguatan lainnya meliputi:

  • Deregulasi dan debirokratisasi, termasuk kemudahan dalam proses AMDAL.

  • Pembentukan satuan tugas khusus untuk mempercepat pengembangan industri padat karya.

  • Paket revitalisasi mesin produksi, dengan skema kredit investasi sebesar Rp20 triliun dan subsidi bunga 5 persen selama 8 tahun, khusus untuk industri seperti tekstil, sepatu, makanan-minuman, dan furnitur.

Josua menilai kebijakan tarif AS terhadap China yang mencapai 104 persen merupakan bentuk eskalasi serius. Jika dibalas setimpal oleh China, akan terjadi spiral proteksionisme yang bisa menekan perdagangan global, merusak rantai pasok internasional, dan memicu risiko resesi.

Saat ini, risiko resesi global meningkat dari 40 persen menjadi 60 persen. Gejalanya sudah terlihat melalui:

  • Koreksi pasar saham global

  • Lonjakan indeks volatilitas (VIX)

  • Anjloknya harga komoditas seperti minyak, tembaga, dan nikel

IMF dan OECD bahkan memproyeksikan, konflik dagang berkepanjangan dapat memangkas PDB global hingga 5,5 persen dan memicu inflasi global hingga 3 persen.

Meskipun terkena tarif 32 persen, Indonesia dinilai lebih siap dibanding negara seperti Vietnam (46 persen) atau Bangladesh yang lebih bergantung pada ekspor ke AS.

Josua menggarisbawahi bahwa Indonesia mengambil pendekatan yang lebih strategis, tanpa melakukan balasan tarif.

“Pemerintah Indonesia juga tidak mengambil jalur retaliasi, melainkan memilih pendekatan negosiasi strategis, termasuk dengan menawarkan peningkatan impor dari AS, deregulasi hambatan non tarif, dan insentif fiskal untuk menjaga keseimbangan neraca dagang,” tegasnya.

Read Entire Article
Bekasi ekspress| | | |