Redaksi Pewarta.co.id
Jumat, Januari 24, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
Ilustrasi. Risiko jika utang pinjol tidak dilunasi. (Dok. Canva) |
PEWARTA.CO.ID - Fenomena gagal bayar atau "galbay" pada pinjaman daring (pinjol) semakin marak terjadi, terutama di kalangan nasabah peer-to-peer (P2P) lending.
Kondisi ini umumnya dipicu oleh keterbatasan finansial, buruknya manajemen keuangan, kurangnya pemahaman mengenai syarat pinjaman, serta ketidakmampuan mengelola utang dengan bijak.
Seiring meningkatnya popularitas pinjol, istilah galbay sering kali menjadi perbincangan di media sosial seperti YouTube atau Telegram.
Bahkan, sejumlah konten kreator secara terang-terangan mengajak masyarakat untuk tidak membayar pinjaman online mereka.
Baca juga: Apa yang Harus Dilakukan Jika DC Akulaku Datang ke Rumah? Nasabah Galbay Wajib Baca Ini
Risiko galbay
Ketua ICT Watch, Indriyatno Banyumurti, menjelaskan bahwa tindakan galbay dapat mendatangkan berbagai konsekuensi serius. Di antaranya adalah denda yang semakin membengkak, tekanan psikologis akibat utang yang menumpuk, hingga risiko jeratan hukum.
"Kenapa sih ada promosi gagal bayar (Galbay)? Perlu disampaikan juga konten-konten untuk meng-counter konten tersebut. Bahwa kalau memang berniat gagal bayar, sampai diniatkan seperti itu, ini ada risiko hukumnya lho," ungkap Indriyatno dalam podcast YouTube FintechVerse 360kredi, Jumat (24/1).
Selain ancaman hukum, galbay juga memengaruhi skor kredit yang tercatat di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK.
Dampaknya, nasabah yang memiliki rekam jejak buruk akan kesulitan mengajukan kredit, seperti untuk pembelian rumah atau kendaraan.
"Jadi jangan anggap enteng bahwa sekedar melepaskan tanggung jawab, menghindari bayar ke fintech lending (pindar) kemudian hidup tenang," tegas Indriyatno.
Hingga November 2024, terdapat 97 perusahaan penyelenggara pinjaman daring yang telah memiliki izin dari OJK.
Data OJK menunjukkan bahwa outstanding pembiayaan dari pinjol mencapai Rp75,60 triliun, dengan pertumbuhan tahunan sebesar 27,32%.
Namun, risiko kredit macet secara agregat (TWP90) juga mengalami peningkatan, dari 2,37% pada Oktober 2024 menjadi 2,52% pada November 2024.
Hal ini menunjukkan tantangan dalam pengelolaan risiko bagi perusahaan fintech dan nasabah.
Pentingnya menjaga skor kredit
Direktur Komersial IdScore, Wahyu Trenggono, menekankan pentingnya menjaga rekam jejak kredit atau skor kredit sebagai bagian dari tanggung jawab finansial.
"Credit skoring. Harus kita jaga, karena dampaknya sangat luas. Nanti tak bisa dapat kerja, susah cari kerja, cari jodoh juga susah kalau nilai jelek," ujarnya saat acara AFPI Journalist Workshop and Gathering di Bandung, Rabu (22/1/2025).
Solusi mencegah galbay
Mengatasi maraknya galbay memerlukan edukasi finansial yang intensif untuk meningkatkan kesadaran konsumen mengenai risiko dan tanggung jawab dalam pinjaman online.
Konten edukatif diharapkan dapat melawan narasi negatif yang mengajak masyarakat melakukan galbay.
Dengan pemahaman yang lebih baik, diharapkan masyarakat dapat lebih bijak dalam mengelola keuangan dan memenuhi kewajiban mereka dalam pinjaman daring.
Hal ini tidak hanya membantu individu, tetapi juga menjaga stabilitas sektor fintech secara keseluruhan.