Hammad Hendra
Selasa, Februari 25, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
Sandera Israel yang telah dibebaskan, Tal Shoham, melambai ke kerumunan saat ia tiba di sebuah pusat medis di Petah Tikva, Israel, 22 Februari 2025. (Dok. ANTARA) |
PEWARTA.CO.ID - Kelompok Hamas menegaskan bahwa pembebasan lebih dari 600 tahanan Palestina yang telah disepakati dengan Israel menjadi syarat mutlak untuk melanjutkan perundingan damai.
Pernyataan ini disampaikan pada Senin (24/2/2025) sebagai respons terhadap penundaan pembebasan tahanan oleh pihak Israel.
Bassem Naim, pejabat senior Hamas, menekankan bahwa perundingan lebih lanjut hanya dapat dilakukan jika Israel memenuhi komitmennya terkait pembebasan para tahanan tersebut.
"Negosiasi tidak langsung dengan Israel hanya akan terjadi jika syarat mendasar dipenuhi, yaitu pembebasan lebih dari 600 tahanan Palestina seperti yang telah disepakati," kata Naim.
Peran mediator dan sikap Hamas
Naim juga menegaskan bahwa para mediator, yakni Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat, harus memastikan Israel mematuhi ketentuan dalam kesepakatan gencatan senjata, termasuk pembebasan tahanan Palestina.
Hamas menilai kepatuhan Israel terhadap kesepakatan tersebut sebagai elemen penting dalam membangun dasar bagi perundingan lebih lanjut.
Alasan penundaan oleh Israel
Dua hari sebelum pernyataan Hamas ini, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memutuskan untuk menunda pembebasan lebih dari 600 tahanan Palestina.
Gelombang ketujuh dari pertukaran tahanan-sandera antara Israel dan Hamas ini seharusnya sudah berlangsung, tetapi Israel menundanya dengan alasan adanya tindakan provokatif dari Hamas.
Menurut kantor Netanyahu, keputusan ini diambil sebagai respons terhadap tindakan Hamas yang dianggapnya sebagai propaganda, termasuk upacara pembebasan sandera yang disebut tidak menghormati para sandera.
Kantor Netanyahu juga menyatakan bahwa pembebasan tahanan Palestina hanya akan dilakukan jika ada jaminan dari mediator bahwa Hamas tidak akan melakukan tindakan provokatif serupa di masa depan.
![]() |
Masyarakat menyambut tahanan Palestina yang dibebaskan di kota Ramallah, Tepi Barat, pada 8 Februari 2025. (Dok. ANTARA) |
Latar belakang gencatan senjata
Gencatan senjata antara Hamas dan Israel disepakati pada 15 Januari setelah 15 bulan konflik sengit di Gaza.
Perjanjian ini mulai berlaku pada 19 Januari dengan harapan dapat meredakan ketegangan dan membuka jalan bagi dialog lebih lanjut.
Namun, dengan adanya penundaan pembebasan tahanan, ketegangan antara kedua belah pihak kembali meningkat.
Ke depan, keberhasilan perundingan damai akan sangat bergantung pada kesediaan kedua pihak untuk menghormati kesepakatan yang telah dibuat serta peran mediator dalam menjembatani perbedaan yang masih ada.