Redaksi Pewarta.co.id
Kamis, Maret 13, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso. (Dok. Ist) |
JAKARTA, PEWARTA.CO.ID – Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Jaksa Agung ST Burhanuddin agar segera mencopot Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Harli Siregar.
IPW menilai Harli telah menyalahgunakan kewenangannya dengan membela Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah secara berlebihan, setelah Febrie dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, menyoroti pernyataan Harli yang dinilai menyamakan institusi Kejagung dengan pribadi Febrie Adriansyah.
“Harli Siregar telah menyamakan institusi Kejagung sama dan sebangun dengan personal Febrie Adriansyah,” kata Sugeng dikutip dari RMOL, Kamis (13/3/2025).
Sebelumnya, Harli menegaskan bahwa jika ada satu jaksa yang diperlakukan tidak adil, maka itu sama saja dengan melawan seluruh institusi Kejagung.
“Bagi kami, satu orang insan Adhyaksa yang diperlakukan tidak adil itu sama dengan (berhadapan dengan) seluruh institusi,” ujar Harli, pada Rabu (12/3/2025), saat menanggapi pelaporan Febrie ke KPK.
Menurut IPW, pernyataan tersebut justru merendahkan Kejagung dengan menyamakannya dengan individu tertentu.
Sugeng menegaskan bahwa Kejagung merupakan lembaga negara yang berlandaskan norma hukum dan tidak seharusnya dipersepsikan setara dengan seorang pejabat, termasuk Febrie Adriansyah.
“Apalagi Febrie Adriansyah punya potensi melakukan kesalahan dan bisa diproses hukum bila terbukti melakukan pelanggaran etik atau hukum,” ujar Sugeng.
Lebih lanjut, Sugeng menilai sikap Harli sebagai bentuk pemikiran sempit dan ketidakmampuan menerima kritik.
“Ingat, jabatan itu hanya penugasan yang sewaktu-waktu bisa berakhir, sementara Kejaksaan Agung akan terus berdiri selama NKRI ada,” tambahnya.
IPW juga menegaskan bahwa langkah Koalisi Sipil Anti Korupsi melaporkan Febrie Adriansyah ke KPK adalah tindakan yang sah dan dilindungi oleh hukum.
Dengan demikian, setiap upaya untuk membungkam kritik terhadap pejabat publik dianggap sebagai tindakan yang bertentangan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam penegakan hukum di Indonesia.