Hammad Hendra
Kamis, April 24, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Harli Siregar berbicara dengan awak media di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (23/4/2025) /Antara. |
Jakarta, Pewarta.co.id – Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan bahwa mereka tidak menutup diri terhadap kritik dari media, meskipun pemberitaan tersebut bersifat kontra terhadap institusi penegak hukum tersebut.
Penegasan ini disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, sebagai respons atas penetapan tiga tersangka yang diduga berupaya menghambat proses hukum melalui penyebaran narasi negatif lewat media massa dan forum publik.
"Saya harus tegaskan bahwa sekali lagi kami tidak pernah antikritik terhadap produk jurnalistik. Itu yang harus dipahami," ujar Harli Siregar saat konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu.
Ia menambahkan bahwa institusinya tetap mendukung kebebasan pers dan menghargai kerja jurnalistik yang berimbang serta berbasis fakta.
"Silakan terus berkarya dengan karya jurnalistiknya, dan silakan melakukan kritik karena itu juga bagian dari kerja-kerja jurnalistik," ucap Harli.
Meski demikian, Harli menekankan bahwa yang menjadi fokus dalam penyidikan kasus ini adalah adanya dugaan niat jahat dari pihak tertentu yang memanfaatkan media sebagai alat untuk memengaruhi opini publik secara sistematis dan tidak objektif.
"Untuk apa? Untuk menciptakan pendapat-pendapat publik. Tentang apa? Tentang kami ini semua jelek. Padahal, itu tidak kami lakukan. Jadi, tidak dalam kaitan dengan produknya," jelasnya.
Tiga tersangka ditetapkan
Sebelumnya, Kejagung menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan perintangan proses hukum, yakni Marcella Santoso (MS) yang berprofesi sebagai advokat, Junaedi Saibih (JS) yang juga seorang dosen dan advokat, serta Tian Bahtiar (TB) yang menjabat sebagai Direktur Pemberitaan JAKTV.
Menurut penyelidikan, ketiganya terlibat dalam upaya memengaruhi opini masyarakat melalui pemberitaan dan berbagai kegiatan publik terkait penanganan beberapa kasus besar, termasuk korupsi dalam tata niaga timah (2015–2022), importasi gula oleh tersangka Tom Lembong, dan pemberian fasilitas ekspor CPO.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa TB menerima instruksi dari MS dan JS untuk menyebarkan narasi yang menyudutkan penyidik.
"Tersangka TB kemudian memublikasikannya di media sosial, media online, dan JAKTV News sehingga kejaksaan dinilai negatif," ujar Qohar.
Sebagai imbalan atas aksi tersebut, TB disebut menerima dana sebesar Rp478,5 juta yang dimasukkan ke rekening pribadinya.
Lebih lanjut, penyidik juga menemukan bahwa TB turut membiayai serangkaian kegiatan seperti demonstrasi, seminar, podcast, dan talkshow yang didesain untuk mendiskreditkan Kejaksaan Agung.
Dasar hukum
Ketiga tersangka dikenakan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Kejaksaan Agung berharap, kasus ini tidak disalahartikan sebagai bentuk pembungkaman terhadap media, melainkan sebagai upaya penegakan hukum terhadap tindakan yang menciderai prinsip keadilan dan etika jurnalistik.