Hammad Hendra
Minggu, Februari 16, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
Jakarta, Pewarta.co.id – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengingatkan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD) selama musim hujan.
Penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti ini cenderung meningkat saat curah hujan tinggi.
"Dengue tetap menjadi ancaman kesehatan yang nyata bagi masyarakat Indonesia, mengungkapkan bahwa kasus dengue terjadi sepanjang tahun dan cenderung meningkat pada musim hujan," kata Direktur Penyakit Menular Kemenkes, Ina Agustina Isturini, dalam acara Langkah Bersama Cegah DBD di Jakarta, Sabtu.
DBD meningkat, ribuan kasus tercatat di awal tahun
Kemenkes mencatat bahwa sejak awal Januari hingga 3 Februari 2025, jumlah kasus DBD mencapai 6.050 kasus, dengan 28 kematian yang tersebar di 235 kabupaten/kota di 23 provinsi.
Angka ini menunjukkan bahwa DBD masih menjadi masalah kesehatan serius yang tidak hanya memengaruhi kualitas hidup masyarakat, tetapi juga membebani sistem layanan kesehatan.
Sebagai bagian dari upaya pengendalian, pemerintah telah menerapkan berbagai program, seperti:
Pengendalian vektor nyamuk melalui pemberantasan sarang nyamuk (PSN).
Gerakan 3M Plus (menguras tempat penampungan air, menutup wadah air, mendaur ulang barang bekas, serta mencegah gigitan nyamuk).
Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik, yang bertujuan melibatkan masyarakat dalam pemantauan jentik nyamuk.
Selain itu, Strategi Nasional Penanganan Dengue 2021-2025 terus diperkuat dengan pendekatan lintas sektor antara pemerintah, swasta, dan masyarakat guna meningkatkan edukasi dan pencegahan.
Strategi baru: Nyamuk ber-Wolbachia dan vaksinasi
Kemenkes juga mengadopsi inovasi baru dalam upaya pengendalian DBD, termasuk implementasi nyamuk ber-Wolbachia di beberapa kota seperti Yogyakarta, Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Bontang, dan Kupang.
Nyamuk yang mengandung bakteri Wolbachia ini diketahui dapat menghambat perkembangan virus dengue dalam tubuh nyamuk, sehingga menekan penyebaran penyakit.
Selain itu, vaksinasi juga menjadi salah satu langkah perlindungan tambahan.
Dokter Spesialis Penyakit Anak, I Gusti Ayu Nyoman Partiwi, mengungkapkan bahwa anak-anak menjadi kelompok yang paling rentan terkena DBD.
"Berdasarkan data, sebanyak 47 persen kasus dengue terjadi pada anak-anak dan remaja, di mana kelompok usia 1 hingga 14 tahun memiliki angka kematian tertinggi, yaitu 45 persen pada anak usia 5-14 tahun dan 21 persen pada anak usia 1-4 tahun," kata Ayu.
DBD pada anak sering kali diawali dengan demam tinggi, nyeri kepala, nyeri otot, bintik merah di kulit, muntah, dan sakit perut.
Jika tidak segera ditangani, penyakit ini dapat berkembang menjadi syok dengue, yang berisiko fatal.
Ayu juga menegaskan bahwa vaksinasi dengue saat ini belum termasuk dalam cakupan BPJS Kesehatan, tetapi masuk dalam Program Imunisasi Nasional yang menyasar anak-anak.
"Untuk itu, langkah pencegahan dini sangat penting, dan masyarakat diimbau untuk tidak menunggu hingga terlambat dalam menangani penyakit ini," ujar Ayu.
Masyarakat diharapkan berperan aktif dalam pencegahan
Pemerintah menekankan bahwa upaya pengendalian DBD tidak bisa hanya mengandalkan program pemerintah semata.
Peran aktif masyarakat sangat dibutuhkan, terutama dalam menerapkan Gerakan 3M Plus serta memastikan lingkungan tetap bersih dan bebas dari tempat berkembang biaknya nyamuk.
"Dengan langkah-langkah pencegahan yang efektif dan inovasi yang terus dikembangkan, diharapkan kasus DBD di Indonesia dapat ditekan secara signifikan," tutup Ina Agustina.