Hammad Hendra
Jumat, November 21, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
| Ombudsman ungkap TPPO berawal dari Malaadministrasi, pemerintah diminta bertindak tegas. (Dok. ANTARA) |
PEWARTA.CO.ID — Ketua Ombudsman RI (ORI) Mokhammad Najih menegaskan bahwa praktik tindak pidana perdagangan orang (TPPO) kerap muncul akibat adanya rangkaian malaadministrasi dalam pelayanan publik.
Hal itu ia sampaikan saat membuka Diskusi Publik sekaligus Peluncuran Laporan Hasil Analisis Kajian Sistemik di Jakarta, Jumat.
Najih menuturkan, penguatan pelayanan publik adalah kunci untuk mencegah berbagai bentuk pelanggaran, mulai dari korupsi hingga perdagangan orang.
"Sebab setiap gejala kejahatan yang dilakukan, baik itu yang bersifat korupsi, kolusi, dan nepotisme atau bahkan tindak pidana perdagangan orang, pasti dimulai dengan adanya malaadministrasi dalam pelayanan publik," ungkapnya.
Audit untuk mencegah TPPO
Dalam kesempatan itu, Ombudsman merilis laporan bertajuk Integrasi Sistem Pengawasan Perlintasan Orang Sebagai Upaya Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Dokumen tersebut diharapkan dapat menjadi pedoman aksi konkret bagi kementerian dan lembaga untuk menekan potensi maladministrasi yang berujung pada TPPO.
Najih meminta seluruh instansi pemerintah memanfaatkan kajian tersebut bukan sekadar sebagai arsip, tetapi sebagai landasan untuk memperkuat sinergi dan perlindungan warga negara.
Ia menegaskan Ombudsman siap mengawal penerapan integrasi sistem pengawasan, termasuk di area perbatasan.
"Bagi saya kajian ini sangat dibutuhkan oleh kita sebagai negara yang bersatu dan berdaulat demi mencegah kejahatan kemanusiaan yang terus berlanjut," katanya.
Jabar jadi daerah penempatan TKI terbanyak ketiga
Najih memaparkan data dari Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MO) Jawa Barat.
Sejak 2022 hingga 2024, provinsi itu telah menempatkan 151.482 pekerja migran secara resmi, menjadikannya wilayah dengan penempatan terbanyak ketiga setelah Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Namun demikian, ia menyoroti masih maraknya migrasi non-prosedural di Jawa Barat.
Banyak keluarga datang mengadukan kasus, tetapi korban bukan bagian dari program resmi.
"Ini menunjukkan adanya kesenjangan informasi, kesenjangan akses, dan kesenjangan perlindungan yang masih harus ditutup oleh pemerintah," ujarnya.
Pelayanan publik jadi fondasi perlindungan warga
Najih kembali menekankan bahwa amanat konstitusi mengharuskan negara melindungi seluruh rakyat serta memastikan kesejahteraan dan keamanan mereka.
Menurutnya, tujuan itu hanya dapat diwujudkan melalui pelayanan publik yang adil, transparan, memberikan rasa aman, serta berpihak pada kebutuhan masyarakat.
Ia mengingatkan bahwa Ombudsman, sebagaimana tercantum dalam Pasal 7 UU Nomor 37 Tahun 2008, tidak hanya bertugas menyelesaikan laporan masyarakat tetapi juga melakukan upaya pencegahan maladministrasi.
"Jika pilar penyelesaian laporan masyarakat ditempuh melalui serangkaian pemeriksaan, maka pilar pencegahan itu dilakukan melalui audit kebijakan berupa rapid assessment dan systemic review," ungkapnya.
Melalui penguatan sistem dan koordinasi antarlembaga, Najih berharap praktik TPPO dapat ditekan secara signifikan sekaligus memastikan pelayanan publik berjalan lebih akuntabel dan melindungi masyarakat dari potensi kejahatan kemanusiaan.



















































