Redaksi Pewarta.co.id
Selasa, April 29, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
Ilustrasi. Industri minyak dan gas. (Dok. Ist) |
PEWARTA.CO.ID - Pemerintah dan DPR mulai mempertimbangkan opsi impor gas bumi sebagai langkah sementara untuk menjaga ketahanan energi nasional, di tengah ketimpangan pasokan dalam negeri dan dampak lanjutan dari konflik dagang antara Amerika Serikat dan China.
Ketua Komisi XII DPR RI, Sugeng Suparwoto, menilai bahwa potensi impor gas patut dipertimbangkan seiring penurunan harga energi global akibat pelarangan ekspor gas AS ke China.
“Saya kira menarik ini apakah ada peluang impor kalau memang ada short (kekurangan) di dalam negeri dan seterusnya,” kata Sugeng dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dirjen Migas Kementerian ESDM, Kepala SKK Migas, PT PLN, dan PT PGN, Selasa (29/4/2025).
Harga gas turun, impor jadi solusi alternatif
Sugeng mengungkapkan bahwa akibat kebijakan pembatasan ekspor dari AS ke China, terjadi kelebihan pasokan energi global yang berdampak pada penurunan harga minyak mentah dan gas.
Kondisi ini bisa menjadi peluang bagi Indonesia untuk mengisi kekurangan pasokan energi melalui impor dengan harga yang lebih kompetitif.
“Terbukti crude (minyak mentah) anjlok, gas juga anjlok. Agak luar biasa ini. Sementara kita bisa impor, mungkin. Tapi sekali lagi, pemanfaatan gas dalam negeri kan jadi perhatian sebagaimana komitmen pemerintahan Prabowo – Gibran,” tambahnya.
Penurunan pasokan gas dalam negeri terutama disebabkan oleh natural declining atau penurunan alami dari sumber-sumber gas eksisting. Hal ini menimbulkan kesenjangan antara pasokan dan kebutuhan gas nasional.
Gas untuk industri dan ketahanan pangan
Sugeng juga menekankan pentingnya menjaga ketersediaan gas domestik, mengingat gas digunakan tidak hanya untuk pembangkit listrik dan industri, tetapi juga sebagai bahan baku utama pupuk yang berdampak langsung pada ketahanan pangan nasional.
“Bukan hanya karena berkaitan dengan ketahanan energi tetapi juga ketahanan pangan,” tegasnya.
Pentingnya akselerasi infrastruktur
Anggota Komisi XII lainnya, Iyeth Bustami dari Fraksi PKB, menyoroti perlunya langkah cepat untuk memastikan kelancaran pasokan gas, termasuk melalui impor sebagai solusi sementara hingga proyek infrastruktur rampung dan sumber baru di kawasan timur Indonesia mulai berproduksi.
“Maka yang terpenting untuk sementara ini bagaimana supaya pasokannya menjadi lancar,” ucapnya.
Alfons Manibui dari Fraksi Golkar turut menambahkan bahwa pembangunan infrastruktur gas seharusnya tidak hanya fokus di wilayah barat Indonesia.
“Memajukan seluruh Indonesia, bukan sebagian Indonesia. Ibaratnya sekarang timbangannya lebih berat di Barat. Harus membuat timbangannya menjadi setara, itu baru kita dapatkan majunya. Ini aspek filosofis yang menurut saya penting,” ujarnya.
Dukungan legislator untuk proyek gas nasional
RDP ini menghasilkan beberapa kesepakatan strategis. Komisi XII menyatakan dukungan kepada Ditjen Migas dan SKK Migas untuk mempercepat realisasi proyek lapangan gas baru (on-stream) dan mengatur keseimbangan distribusi gas untuk kebutuhan dalam negeri dan ekspor.
Opsi kebijakan seperti realokasi dan pertukaran (swap) gas juga dibuka untuk menjaga stabilitas pasokan.
Di sisi lain, DPR meminta agar Kementerian ESDM, PLN, dan PGN mempercepat pembangunan infrastruktur pendukung, termasuk pipa dan fasilitas regasifikasi, untuk menjamin suplai gas bagi industri pupuk, sektor industri lainnya, serta pembangkit listrik secara nasional.
Langkah-langkah ini menjadi krusial demi mengantisipasi potensi krisis energi dan memastikan pertumbuhan ekonomi nasional tetap terjaga di tengah dinamika geopolitik global.