Bahaya AMS dan Hipotermia Saat Mendaki Gunung, Kenali Gejala dan Cara Mencegahnya!

1 week ago 17

Pewarta Network

Pewarta Network

Selasa, Maret 04, 2025

Perkecil teks Perbesar teks

Bahaya AMS dan Hipotermia Saat Mendaki Gunung, Kenali Gejala dan Cara Mencegahnya!
Arsip Foto - Sejumlah wisatawan bersiap-siap untuk memulai pendakian Gunung Rinjani melalui jalur Bawak Nao, Sembalun, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (8/6/2024). (Dok. ANTARA).

PEWARTA.CO.ID - Pendaki gunung disarankan untuk mewaspadai dua kondisi berbahaya, yaitu Acute Mountain Sickness (AMS) dan hipotermia, terutama saat mendaki gunung dengan ketinggian ekstrem. Peringatan ini mencuat setelah dua pendaki perempuan meninggal dunia saat mendaki Carstensz Pyramid atau Puncak Jaya di Papua Tengah pada Sabtu (1/3/2025).

Dokter spesialis penyakit dalam dari Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI), dr. Faisal Parlindungan, Sp.PD, menegaskan bahwa kedua kondisi tersebut dapat berakibat fatal jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat.

"Keduanya bisa berbahaya jika tidak ditangani dengan baik, terutama dalam kondisi ekstrem di gunung," kata dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu pada Senin (3/3).

Menurut dr. Faisal, AMS terjadi akibat kekurangan oksigen di ketinggian di atas 2.500 meter. Kondisi ini juga dikenal sebagai altitude sickness dan muncul karena tubuh belum terbiasa dengan kadar oksigen yang lebih rendah.

"Tubuh tidak terbiasa dengan kadar oksigen rendah, sehingga muncul gejala seperti sakit kepala dan mual. Kondisi ini disebut juga sebagai altitude sickness," katanya.

Sementara itu, hipotermia disebabkan oleh paparan suhu dingin dalam waktu lama yang mengakibatkan suhu tubuh turun di bawah 35 derajat Celsius.

"Hipotermia terjadi akibat paparan suhu dingin dalam waktu lama, menyebabkan suhu tubuh turun di bawah 35 derajat Celsius," tambahnya.

Gejala AMS meliputi sakit kepala, mual, muntah, kehilangan nafsu makan, kelelahan, kesulitan tidur, serta pusing atau rasa melayang. Untuk mengatasi AMS, penderita disarankan turun ke ketinggian yang lebih rendah, beristirahat, menghindari aktivitas fisik yang berat, mengonsumsi banyak air, dan menjauhi minuman beralkohol.

Di sisi lain, hipotermia ditandai dengan tubuh yang menggigil hebat, kulit pucat dan dingin, bicara kacau, kebingungan, tidak responsif, serta penurunan denyut jantung dan pernapasan. Jika seseorang mengalami hipotermia, ia harus segera dipindahkan ke tempat yang lebih hangat dan diberikan pakaian hangat atau selimut. Selain itu, penderita perlu mengonsumsi cairan hangat dan makanan berkalori tinggi, serta menghindari pemanasan mendadak.

Agar terhindar dari AMS, dr. Faisal menyarankan para pendaki melakukan aklimatisasi sebelum mendaki ke ketinggian yang lebih tinggi. Selain itu, mencukupi asupan cairan dan naik secara bertahap juga penting untuk menyesuaikan tubuh dengan kondisi lingkungan.

Sementara untuk mencegah hipotermia, pendaki harus mengenakan pakaian berlapis yang cukup hangat, serta menghindari kondisi basah atau paparan angin kencang selama pendakian.

"Hindari kondisi basah atau angin kencang," katanya.

Dengan memahami bahaya AMS dan hipotermia serta cara mencegahnya, para pendaki dapat lebih mempersiapkan diri sebelum menaklukkan puncak-puncak gunung yang tinggi dan ekstrem.

Read Entire Article
Bekasi ekspress| | | |