Indonesia Menjadi Magnet Investasi Kendaraan Listrik di Tengah Gejolak Global

9 hours ago 6

Hammad Hendra

Hammad Hendra

Sabtu, Mei 24, 2025

Perkecil teks Perbesar teks

Indonesia Menjadi Magnet Investasi Kendaraan Listrik di Tengah Gejolak Global
Model strategis global pertama dari pembuat mobil China GAC Aion di pabrik kendaraan listrik (EV) Aion di provinsi Rayong, Thailand (17/7/2024). (Dok. ANTARA

)

PEWARTA.CO.ID - Di tengah ketidakpastian global yang dipicu oleh kebijakan tarif Amerika Serikat (AS), Indonesia justru berhasil mencuri perhatian dunia sebagai pusat pertumbuhan industri kendaraan listrik (EV).

Alih-alih tertekan oleh dinamika ekonomi global, negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini menikmati lonjakan investasi dari berbagai produsen otomotif global.

Dalam rentang waktu antara tahun 2024 hingga Maret 2025, setidaknya tujuh perusahaan otomotif ternama memutuskan untuk menanamkan modalnya di Indonesia, dengan nilai total mencapai Rp15,4 triliun.

Data dari Kementerian Investasi dan Hilirisasi Republik Indonesia menunjukkan bahwa sejumlah pabrik telah mulai dibangun sebagai bagian dari ekspansi tersebut.

Nama-nama besar seperti BYD, Citroën, AION, Maxus, Geely, VinFast, dan Volkswagen menjadi bagian dari gelombang investasi ini, dengan kapasitas produksi gabungan mencapai 280.000 unit kendaraan listrik per tahun.

Menteri Investasi dan Hilirisasi, Rosan Roeslani, mengungkapkan daya tarik utama Indonesia di mata investor global.

"Indonesia merupakan negara yang menarik sebagai tujuan investasi EV karena memiliki ekosistem rantai industri EV, terutama untuk baterai, mulai dari pertambangan nikel hingga nikel matte, nikel sulfat, prekursor, katoda, anoda, sel baterai, kemasan baterai, hingga daur ulang baterai. Semua investasi tersebut sudah ada di Indonesia. Jadi seluruh ekosistemnya sudah ada," ujar Rosan belum lama ini di Jakarta.

Hingga kini, terdapat sembilan produsen mobil listrik di Tanah Air.

Selain itu, terdapat tujuh fasilitas perakitan bus listrik dan 63 pabrik kendaraan listrik roda dua dan tiga.

Kementerian Perindustrian mencatat kapasitas produksi masing-masing segmen adalah 70.600 unit per tahun untuk mobil listrik, 3.100 unit untuk bus, serta 2,28 juta unit untuk kendaraan roda dua dan tiga.

Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan di Kementerian Perindustrian, Mahardi Tunggul Wicaksono, menjelaskan bahwa kebijakan tarif impor dari pemerintah AS telah memicu ketertarikan investor otomotif global untuk menjajaki pembangunan pabrik dan fasilitas baterai EV di Indonesia.

Ia menekankan pentingnya mempertahankan momentum ini agar dapat menciptakan efek berantai bagi perekonomian nasional, seperti penciptaan lapangan kerja.

Pasar kendaraan listrik di Indonesia pun menunjukkan tren positif.

Pangsa pasar EV berbasis baterai meningkat signifikan dari 1,7 persen pada tahun 2023 menjadi 4,99 persen pada tahun 2024.

Meski kendaraan hibrida masih mendominasi penjualan dengan angka 55.730 unit, kendaraan listrik murni (BEV) mencatat angka yang menjanjikan yakni 43.194 unit terjual.

Dari sisi produksi, Indonesia menempati posisi teratas sebagai produsen BEV terbanyak di kawasan ASEAN pada 2024, dengan total produksi mencapai 25.861 unit.

Angka ini jauh melampaui Thailand yang mencatat produksi 1.198 unit.

Ronald Eberhard, peneliti dari Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada, menilai bahwa perang dagang global justru menciptakan peluang strategis bagi Indonesia sebagai pusat produksi berbagai sektor, termasuk kendaraan listrik.

"Indonesia saat ini dikenakan tarif resiprokal rata-rata sebesar 32 persen. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan dengan pesaing terdekat kita, seperti Vietnam yang mencapai 46 persen," ujar Eberhard.

Read Entire Article
Bekasi ekspress| | | |