Redaksi Pewarta.co.id
Sabtu, Januari 18, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
Kadindikpora Temanggung, Agus Sujarwo, mengusulkan restorative justice untuk menyelesaikan kasus bullying antarsiswi SMP Kranggan. (Dok. Kolase/Pewarta) |
PEWARTA.CO.ID - Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Dindikpora) Kabupaten Temanggung, Agus Sujarwo, menyatakan bahwa kasus bullying yang melibatkan siswi di salah satu SMP di Temanggung diharapkan dapat diselesaikan melalui pendekatan restorative justice.
Pendekatan ini dianggap tepat mengingat pihak yang terlibat, baik korban maupun pelaku, masih di bawah umur.
“Harapan kami, kasus ini bisa dilakukan restorative justice,” ujar Agus saat diwawancarai di kantornya, kemarin.
Diberitakan sebelumnya, kasus kekerasan ini melibatkan lima siswi SMP Kranggan, dengan rincian dua siswi sebagai korban dan tiga lainnya sebagai pelaku.
Orangtua salah satu korban telah melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Kranggan, meskipun saat laporan pertama belum dilengkapi hasil pemeriksaan medis dari korban.
Agus menjelaskan, pihak sekolah sebenarnya telah mencoba melakukan mediasi setelah kejadian yang terjadi pada Selasa, 14 Desember lalu. Namun, orangtua korban tetap memutuskan untuk melaporkan kasus ini ke pihak berwajib pada hari berikutnya.
“Sebenarnya, setelah kejadian, pihak sekolah sudah berusaha memediasi. Namun, keesokan harinya, orang tua korban tetap melaporkan kasus ini ke Polsek Kranggan,” terang Agus.
Setelah laporan diterima, pihak kepolisian meminta keterangan dari salah satu guru di sekolah terkait kejadian tersebut.
Dinas Pendidikan Kabupaten Temanggung segera memberikan pendampingan kepada korban maupun pelaku.
Agus menjelaskan bahwa korban sempat dibawa ke rumah sakit di Parakan untuk menjalani pemeriksaan kesehatan.
Awalnya, korban hanya menjalani rawat jalan. Namun, kondisinya memburuk setelah kembali ke rumah, sehingga memerlukan perawatan lebih intensif.
“Korban mengalami luka di bagian belakang kepala dan tiga luka di tangan. Dokter juga mengkhawatirkan adanya gegar otak ringan, sehingga korban disarankan untuk menjalani rawat inap,” jelas Agus.
Agus menekankan bahwa kasus ini harus menjadi pembelajaran penting bagi berbagai pihak, termasuk masyarakat, guru, dan orang tua.
Ia menegaskan bahwa pengawasan terhadap anak, baik di rumah maupun di sekolah, adalah tanggung jawab bersama.
“Pengawasan adalah tanggung jawab bersama. Orang tua wajib mengawasi anaknya, terutama saat di rumah, termasuk memperhatikan aktivitas mereka di media sosial,” pesannya.
Agus berharap penyelesaian kasus ini dapat dilakukan dengan pendekatan yang mendidik, sehingga memberikan efek jera bagi pelaku tanpa mengabaikan perlindungan hak anak.
Pendekatan restorative justice dianggap dapat mendamaikan kedua belah pihak sekaligus memberikan edukasi kepada semua pihak yang terlibat.
“Kasus ini menjadi perhatian serius bagi semua elemen. Kami berharap ke depannya pengawasan terhadap anak, baik oleh sekolah maupun orang tua, dapat lebih optimal untuk mencegah kejadian serupa,” tutup Agus.