Hammad Hendra
Minggu, Maret 09, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
Ilustrasi, (foto jamaah i'tikaf di masjid Nabawi di bulan Ramadhan). (Dok. Ist) |
PEWARTA.CO.ID - Itikaf adalah ibadah yang dilakukan dengan berdiam diri di dalam masjid dengan niat khusus untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Praktik ini merupakan salah satu sunnah yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, terutama di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.
Jenis - jenis i'tikaf
Menurut mazhab Hanafi, i’tikaf terbagi menjadi tiga jenis sebagai berikut:
1. I’tikaf wajib
I’tikaf ini menjadi wajib apabila seseorang telah bernazar untuk melakukannya.
Misalnya, seseorang berjanji, “Jika saya berhasil menyelesaikan pekerjaan ini, saya akan beri’tikaf selama sekian hari,” maka ia wajib menunaikannya sesuai dengan nazarnya.
2. I’tikaf sunnah
Jenis i’tikaf ini adalah yang biasa dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu berdiam diri di masjid selama sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.
3. I’tikaf Nafil (Sunnah Mutlak)
Ini adalah i’tikaf yang dilakukan tanpa batasan waktu.
Seseorang dapat berniat i’tikaf kapan saja, bahkan jika ia berniat untuk melakukannya sepanjang hidupnya, hal itu diperbolehkan.
Durasi minimal i’tikaf
Para ulama berbeda pendapat mengenai batas minimal waktu itikaf.
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa i’tikaf harus berlangsung setidaknya satu hari penuh.
Sementara itu, Imam Muhammad Asy-Syaibani menyatakan bahwa i’tikaf dapat dilakukan dalam waktu yang singkat, bahkan hanya beberapa saat saja.
Pendapat kedua ini lebih banyak difatwakan dalam mazhab Hanafi.
Oleh karena itu, sangat dianjurkan bagi seorang Muslim untuk berniat i’tikaf setiap kali memasuki masjid.
Dengan begitu, ia akan memperoleh pahala i’tikaf selama berada di dalam masjid untuk beribadah atau melaksanakan shalat.
Seorang ulama menuturkan:
"Saya melihat ayah saya (semoga Allah Subhanahu wata'ala menyinari kuburnya) selalu memperhatikan masalah ini. Setiap memasuki masjid, sambil melangkahkan kaki kanannya, ia membaca niat i'tikaf. Kadangkala, untuk mendidik para khadimnya, ia mengucapkan niat i'tikaf tersebut dengan suara nyaring."
Keutamaan dan hikmah i’tikaf
I’tikaf memiliki banyak keutamaan dan pahala yang besar.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa melakukannya sebagai bentuk totalitas dalam mendekatkan diri kepada Allah.
Perumpamaan seseorang yang beri’tikaf digambarkan sebagai orang yang dengan penuh harapan mengetuk pintu rumah seseorang dan berkata:
"Selama hajatku belum terpenuhi, aku akan tetap tinggal di sini."
Dalam kaitannya dengan keagungan Allah yang Maha Pemurah, disebutkan bahwa:
"Seandainya hal itu dilakukan, hati tuan rumah yang sekeras apa pun pasti akan melunak. Lalu, bagaimana dengan Allah Subhanahu wata'ala yang Maha Pemurah? Dia selalu mencari alasan untuk memberi, bahkan tanpa alasan pun Dia memberi."
Syaikh Ibnul Qayyim Rahmatullah ‘alaih menjelaskan bahwa tujuan utama i’tikaf adalah untuk mempererat hubungan hati dengan Allah.
Dengan melakukan i’tikaf, seorang Muslim mengalihkan fokusnya dari hal-hal duniawi menuju dzikir dan ibadah.
Ia juga menenangkan hati, menjauhkan diri dari gangguan dunia, dan mengisi pikirannya dengan kecintaan kepada Allah.
Kecintaan seperti inilah yang akan menjadi bekal di akhirat, terutama saat seseorang berada dalam kesunyian kubur.
Hanya kecintaan kepada Allah yang dapat menenangkan hati di saat tidak ada satu pun manusia yang menemani.
Sebagaimana yang diungkapkan dalam ungkapan berikut:
"Jika hati telah mencintai-Nya, maka betapa indah dan nikmat waktu yang akan berlalu bersama-Nya."
I’tikaf adalah salah satu bentuk ibadah yang sangat dianjurkan, terutama di bulan Ramadhan.