Makna Bau Mulut Orang yang Berpuasa dalam Islam

1 week ago 14

Hammad Hendra

Hammad Hendra

Selasa, Maret 04, 2025

Perkecil teks Perbesar teks

Makna Bau Mulut Orang yang Berpuasa dalam Islam
Makna bau mulut orang yang berpuasa dalam Islam. Ilustrasi, (Dok. Ist)

PEWARTA.CO.ID - Salah satu hadits yang sering dikutip dalam konteks ini menyebutkan bahwa "Bau mulut (karena lapar) orang yang berpuasa lebih disukai Allah Subhaanahu wata'ala daripada wangi misik."

Hadits ini mengandung makna mendalam yang telah dijelaskan oleh para ulama dalam berbagai kitab tafsir dan syarah hadits.

Tiga penafsiran makna hadits

Para pensyarah hadits memberikan berbagai pendapat mengenai maksud dari hadits ini.

Secara umum, terdapat tiga penafsiran utama yang dianggap paling kuat:

1. Bau mulut diganti dengan keharuman di akhirat

Penafsiran pertama menyatakan bahwa di akhirat nanti, Allah Subhaanahu wata'ala akan mengganti bau mulut orang yang berpuasa dengan keharuman yang jauh lebih wangi dan segar daripada misik.

Pandangan ini sejalan dengan riwayat dalam kitab Durrul Mantsur, yang menguatkan makna bahwa puasa memiliki ganjaran istimewa di akhirat.

2. Tanda kebaikan pada Hari Kiamat

Penafsiran kedua menekankan bahwa pada Hari Kiamat, saat manusia dibangkitkan dari kubur, orang yang berpuasa akan memiliki tanda khusus berupa bau harum yang keluar dari mulut mereka.

Keharuman ini diyakini melebihi wangi minyak kasturi, sebagai tanda kemuliaan dan keberkahan ibadah puasa yang mereka jalankan di dunia.

3. Kasih sayang Allah terhadap orang yang berpuasa

Penafsiran ketiga, yang dianggap paling mendalam, menyatakan bahwa bau mulut orang yang berpuasa lebih disukai oleh Allah Subhaanahu wata'ala dibandingkan wangi minyak kasturi.

Hal ini mencerminkan hubungan kasih sayang yang erat antara Allah dan hamba-Nya yang menjalankan ibadah puasa.

Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang yang mencintai akan menganggap segala sesuatu dari orang yang dicintainya sebagai hal yang indah, bahkan jika bagi orang lain tidak demikian.

Sebagaimana diungkapkan dalam sebuah bait syair:

"Wahai Hafizh Miskin, yang akan kamu perbuat dengan misik yang engkau cari di Kampung Khatan itu apa?

Padahal keharuman misik dari surga jika dibanding dengan semerbak kehidupan Baginda Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, tidak berarti apa-apa."

Dalam konteks ini, yang mencintai adalah Allah Subhaanahu wata'ala, sementara yang dicintai adalah hamba-Nya yang berpuasa.

Keistimewaan puasa dalam Islam

Puasa bukan sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga merupakan ibadah yang memiliki nilai spiritual tinggi.

Sebuah hadits menyebutkan bahwa pahala setiap amalan akan diberikan oleh para malaikat, tetapi untuk puasa, Allah berfirman, "Aku sendiri yang akan memberikannya, karena puasa hanya untuk-Ku."

Dalam beberapa riwayat, lafadz Ajzii bihi juga disebut sebagai Ujzaa bihi, yang bermakna "Aku sendiri yang akan menjadi ganjaran bagi orang yang berpuasa."

Hadits lain menyatakan bahwa "Pintu segala macam ibadah adalah puasa."

Dengan berpuasa, hati menjadi lebih bersih dan bercahaya, sehingga mampu meningkatkan semangat beribadah.

Namun, manfaat ini hanya bisa diperoleh jika puasa dijalankan dengan sungguh-sungguh, memenuhi syarat serta adabnya, bukan sekadar menahan lapar dan haus semata.

Hadits tentang bau mulut orang yang berpuasa bukan sekadar menunjukkan keistimewaan ibadah ini, tetapi juga mengandung makna mendalam mengenai kedekatan seorang hamba dengan Allah Subhaanahu wata'ala.

Dengan memahami maknanya secara lebih luas, umat Islam dapat semakin menghargai nilai puasa sebagai ibadah yang tidak hanya menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga sebagai bentuk cinta dan ketakwaan kepada Allah.

Read Entire Article
Bekasi ekspress| | | |