Hammad Hendra
Rabu, Maret 05, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
OJK terus pelajari teknologi blockchain untuk perbankan. (Dok. ANTARA) |
Jakarta, Pewarta.co.id – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mencermati perkembangan teknologi blockchain yang berpotensi diterapkan dalam sektor perbankan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menegaskan bahwa lembaganya akan fokus dalam mempelajari dampak serta risiko dari teknologi ini sebelum mengambil langkah lebih lanjut.
“Oleh karena itu, OJK akan terlebih dahulu fokus mempelajari dampak dan risiko blockchain tersebut,” ujar Dian dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Komisioner OJK Bulanan (RDKB) Februari 2025 di Jakarta, Selasa.
Dian juga menekankan pentingnya meningkatkan literasi masyarakat mengenai blockchain.
Menurutnya, pemahaman yang baik akan membantu masyarakat sebagai pengguna layanan perbankan agar siap memanfaatkan teknologi ini ketika diimplementasikan secara luas.
Blockchain dan perkembangan teknologi di sektor perbankan
Teknologi blockchain telah menjadi bagian dari inovasi di sektor perbankan global.
Banyak negara mulai menerapkan berbagai emerging technology untuk meningkatkan daya saing industri perbankan di era digital.
Blockchain sendiri menawarkan keunggulan dalam efisiensi, fleksibilitas, transparansi, serta aksesibilitas terhadap layanan keuangan.
Salah satu dampak besar dari teknologi ini adalah kemunculan decentralized finance (DeFi), yang memungkinkan masyarakat mengakses layanan keuangan tanpa perantara seperti bank atau lembaga keuangan tradisional.
Namun, meskipun menawarkan banyak manfaat, DeFi juga membawa tantangan tersendiri.
Risiko dan tantangan regulasi
Dian mengingatkan bahwa karakteristik decentralized finance yang borderless dan anonim dapat menimbulkan berbagai risiko, termasuk pencucian uang, pendanaan terorisme, volatilitas pasar, serta perlindungan konsumen.
Oleh karena itu, diskusi mengenai regulasi yang tepat terus dilakukan di tingkat internasional.
“Sehingga memang isu ini masih terus juga didiskusikan secara internasional untuk bagaimana masing-masing negara ini bisa merespon secara lebih appropriate antara manfaat dengan dampak negatif yang mungkin timbul. Kalau contoh yang paling maju soal regulasi terkait AI itu mungkin di Uni Eropa. Itu juga salah satu panduan kita di dalam pengembangan regulasi kita ke depan. Tapi tentu ini akan disesuaikan dengan keperluan kita,” kata Dian.
OJK juga telah menyiapkan berbagai strategi guna mempercepat transformasi digital perbankan, termasuk penerapan teknologi seperti kecerdasan buatan (artificial intelligence atau AI).
Untuk itu, OJK telah menerbitkan berbagai pedoman dan regulasi, di antaranya cetak biru transformasi digital perbankan, buku panduan daya tahan digital perbankan, serta peraturan mengenai penyelenggaraan teknologi informasi oleh bank umum.
“Kemudian ada buku panduan resiliensi atau daya tahan digital perbankan. Kemudian juga ada POJK yang mengatur tentang penyelenggaraan teknologi informasi oleh bank umum. Ada SEOJK tentang ketahanan dan keamanan siber bagi bank umum, dan juga SEOJK tentang penilaian tingkat maturitas digital bank umum,” ujarnya.
Langkah ke depan: Pedoman tata kelola AI
Sebagai bagian dari upaya adaptasi terhadap perkembangan teknologi, OJK tengah merumuskan pedoman tata kelola AI yang dapat diterapkan di sektor perbankan.
Regulasi ini masih dalam tahap pengembangan dan akan disesuaikan dengan berbagai pembahasan di forum internasional.
Dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi, OJK berkomitmen untuk menciptakan kebijakan yang mendukung inovasi, sekaligus memastikan perlindungan konsumen dan stabilitas sektor keuangan.