Pendekatan Kritis: Kunci Memahami Sistem Pendidikan di Indonesia

1 month ago 83

Pewarta Network

Pewarta Network

Jumat, Desember 13, 2024

Perkecil teks Perbesar teks

 Kunci Memahami Sistem Pendidikan di Indonesia
Guru menyampaikan materi pelajaran kepada siswa dalam kegiatan belajar mengajar di SDN Pekunden, Semarang, Jawa Tengah, Selasa (12/11/2024). (Dok. ANTARA)

PEWARTA.CO,ID - Pemahaman yang mendalam dan kritis terhadap sistem pendidikan di Indonesia menjadi kebutuhan mendesak dalam menghadapi berbagai persoalan yang masih membayangi. Kepala Pusat Riset Pendidikan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Trina Fizzanty, menegaskan pentingnya pendekatan ini untuk mengurai dan menyelesaikan masalah yang ada.

Walaupun Indonesia telah merdeka selama 79 tahun dan menuju 100 tahun kemerdekaan pada 2045, Trina mengungkapkan bahwa tantangan pendidikan tetap signifikan. Ketimpangan akses dan kualitas pendidikan masih menjadi persoalan yang belum terpecahkan.

“Untuk itu, kami dari Pusat Riset Pendidikan melihat persoalan ini tidak bisa kita pahami tanpa kita mencoba berpikir secara kritis terhadap isu-isu ini. Jadi, kita tidak bisa melihatnya secara terisolasi,” ujar Trina dalam sebuah webinar yang digelar Jumat (13/12/2024).

Trina menambahkan bahwa masalah pendidikan tidak cukup dilihat dari aspek-aspek permukaan seperti model pembelajaran atau kurikulum. Sebaliknya, persoalan ini berakar pada struktur sosial, budaya, dan politik masyarakat Indonesia.

“Dengan demikian, kita perlu melihat persoalan pendidikan dengan memahami struktur sosial, kultur, dan politik dari masyarakat kita sendiri. Sehingga pertanyaan-pertanyaan kenapa pendidikan kita belum menunjukkan kemajuan setelah lebih dari 75 tahun merdeka, itu mungkin menjadi kunci untuk kita mengangkat isu dekolonisasi pendidikan,” jelasnya.

Pusat Riset Pendidikan BRIN kini memfokuskan kajiannya pada tema dekolonisasi pendidikan. Dekolonisasi di sini berarti upaya mengubah sistem pendidikan agar lebih inklusif terhadap pengetahuan lokal dan melepas dominasi narasi kolonial.

Peneliti Pusat Riset Pendidikan BRIN, Rahmatika Dewi, menjelaskan bahwa dekolonisasi merupakan gerakan untuk mengkritisi dominasi sistem pengetahuan barat yang sering dianggap sebagai satu-satunya rujukan. “Sebetulnya ini (dekolonisasi) bukan antibarat tetapi istilahnya adalah mengkritisi terhadap sistem pengetahuan di barat. Jadi, bukan gerakan antibarat sepenuhnya,” jelas Rahmatika.

Tujuan dari dekolonisasi pendidikan adalah menciptakan dialog antara sistem pengetahuan barat dengan pengetahuan asli masyarakat nonbarat, sehingga pendidikan dapat lebih relevan secara budaya dan adil secara sejarah.

BRIN melalui Pusat Riset Pendidikan terus mengembangkan riset bertema kritis, seperti inklusivitas pendidikan dan inovasi sosial di era digital. Salah satu inisiatif terbaru adalah penerbitan buku yang berfokus pada dekolonisasi pendidikan. Buku ini melibatkan penulis dari dalam dan luar negeri untuk memberikan perspektif yang lebih luas.

“Melalui riset, kita ingin isu-isu yang terkait dengan pendidikan itu tidak hanya melihat persoalan bagaimana kita mengembangkan model-model pendidikan yang ada. Tetapi mencoba membongkar paradigmannya, epistemologinya, isu-isu kritis yang terkait dengan sosial, kultural, politik,” papar Trina.

Rahmatika menambahkan bahwa buku ini akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang bagaimana reformasi pendidikan dapat mengintegrasikan prinsip kesetaraan, relevansi budaya, dan keadilan sejarah, serta peran gerakan komunitas dalam proses dekolonisasi pendidikan.

“Kami juga tidak hanya mengundang penulis dari Indonesia saja, tetapi dari luar negeri juga sehingga nanti harapannya dapat melihat praktik dekolonisasi di berbagai negara. Walaupun tidak menjadi fokus kami untuk membandingkan dengan negara lain, tetapi kalau ada case dari negara lain itu akan menjadi lebih baik,” tutup Rahmatika.

Read Entire Article
Bekasi ekspress| | | |