Hammad Hendra
Rabu, Mei 14, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
Tragedi KMP Monalisa: Ketika liburan indah di Labuan Bajo berubah jadi duka. (Dok. Ist) |
PEWARTA.CO.ID - Kawasan wisata unggulan Labuan Bajo kembali jadi sorotan, bukan karena keindahannya, melainkan akibat insiden yang hampir memakan korban jiwa.
Pada pagi hari 8 Agustus 2024, kapal wisata KMP Monalisa mengalami gangguan serius saat berlayar, membuat delapan penumpangnya mengalami pengalaman traumatis di tengah laut.
Detik-detik mencekam di tengah Perairan Komodo
Perjalanan yang seharusnya menjadi momen liburan menyenangkan berubah menjadi kepanikan.
Saat melintasi perairan antara Pink Beach dan Batu Tiga, kapal yang membawa wisatawan lokal dan asing mendadak oleng dan mulai tenggelam sebagian.
Cuaca sebenarnya terlihat normal sebelum insiden terjadi.
Salah satu penumpang mengisahkan pengalaman mengerikannya:
“Kami pikir hanya riak biasa. Tapi tiba-tiba, air masuk dari bagian samping, dan kapalnya mulai miring,” katanya.
Barang-barang pribadi seperti kamera dan ponsel tak bisa diselamatkan, terbenam bersama bagian kapal yang kemasukan air.
Beruntung, kapal lain, KM Tsamara, melintas di lokasi dan sigap melakukan penyelamatan.
Meski semua penumpang selamat, ketakutan yang mereka rasakan tak mudah hilang.
“Indonesia itu indah, tapi saya tidak menyangka keindahan bisa berubah jadi mimpi buruk secepat ini,” ungkap salah satu turis asing.
Respons cepat dari pemerintah
Tak lama setelah kejadian, perhatian nasional pun tertuju pada Labuan Bajo.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, yang saat itu berada di lokasi, segera memberikan pernyataan resmi.
“Ini adalah alarm keras bagi kita semua. Pariwisata tidak boleh hanya menjual pemandangan, tapi juga keselamatan,” tegas Sandiaga dalam konferensi pers darurat.
Selang sehari setelah kejadian, tim investigasi gabungan yang terdiri dari Kementerian Perhubungan, pemerintah daerah, dan otoritas wisata dibentuk untuk mencari tahu penyebab insiden.
Temuan awal mengungkap beberapa masalah mendasar:
- Kapal dinyatakan layak beroperasi, namun tidak memiliki alat pendeteksi cuaca buruk.
- Awak kapal belum dibekali pelatihan evakuasi standar internasional.
- Sistem komunikasi darurat tidak optimal karena gangguan sinyal radio.
Wakil Bupati Manggarai Barat, Yulianus Weng, juga menanggapi serius kejadian ini.
“Kita tidak boleh anggap enteng. Satu nyawa saja berharga,” ujarnya.
Menyingkap masalah keselamatan di wisata bahari
Insiden KMP Monalisa bukan kasus tunggal. Sepanjang tahun 2024, telah terjadi sedikitnya sembilan kecelakaan serupa di wilayah perairan Labuan Bajo.
Masalah yang berulang menyoroti lemahnya perhatian terhadap aspek keselamatan dalam sektor wisata laut.
Fakta di lapangan menunjukkan:
- Banyak kapal tidak memiliki sertifikasi pelayaran resmi.
- Kurangnya antisipasi terhadap perubahan cuaca yang cepat.
- Operator lebih fokus pada keuntungan ekonomi ketimbang keamanan.
- Edukasi keselamatan kepada wisatawan masih sangat terbatas.
Ironisnya, Labuan Bajo tengah dipromosikan sebagai destinasi super prioritas nasional dengan investasi infrastruktur besar.
Namun, kemajuan fisik ini belum dibarengi dengan penguatan sistem keamanan yang memadai.
Langkah-langkah reformasi dan perbaikan
Tragedi yang terjadi menjadi panggilan untuk membenahi sistem pelayaran wisata.
Pemerintah bersama pelaku industri kini mulai menyusun upaya konkret untuk mencegah kejadian serupa.
Beberapa langkah yang mulai diterapkan:
- Wajib sertifikasi bagi kapal wisata oleh KSOP dan Basarnas.
- Edukasi dan pengarahan keselamatan sebelum kapal berangkat.
- Pemanfaatan teknologi digital untuk pelacakan dan prakiraan cuaca.
- Pelatihan khusus untuk pemilik kapal, kru, dan pemandu wisata.
- Kampanye keselamatan wisata untuk meningkatkan kesadaran bersama.
Perubahan ini mungkin tidak bisa terjadi dalam semalam, namun bisa dimulai dari tindakan sederhana seperti tidak menaiki kapal yang tak menyediakan pelampung.
Harapan baru di tengah keindahan Labuan Bajo
Beberapa hari pasca-kejadian, aktivitas pelayaran di dermaga Labuan Bajo perlahan kembali normal.
Kapal-kapal kembali berlayar, tawa wisatawan terdengar lagi.
Namun kini, ada perubahan kecil yang menunjukkan langkah ke arah lebih baik.
Di beberapa kapal sudah tertempel stiker bertuliskan “Life Vest Wajib”, dan pengarahan keselamatan diberikan dalam bahasa Indonesia dan Inggris.
Sebuah sinyal positif bahwa kesadaran tentang pentingnya keselamatan mulai tumbuh.
Dari tragedi menuju transformasi
Insiden KMP Monalisa bisa menjadi bab gelap dalam sejarah pariwisata bahari Indonesia atau justru jadi titik balik untuk perbaikan besar-besaran.
Alam memang tak bisa ditebak, tapi kelalaian manusia bisa dicegah.
Tragedi ini bukan penutup cerita, melainkan permulaan dari perubahan menuju pariwisata Indonesia yang lebih aman, bertanggung jawab, dan berkelanjutan.
Artikel ini telah tayang di media Inca Berita yang dapat diakses melalui URL https://incaberita.co.id/insiden-kmp-monalisa/