ASPIRASI Mirah Sumirat (Dok. Ist) |
Pewarta.co.id - Buruh menilai bahwa kenaikan upah minimum sebesar 6,5 persen yang diumumkan oleh Presiden Prabowo Subianto belum mencerminkan kondisi ekonomi yang dihadapi oleh pekerja, terutama dengan tingginya harga barang.
"Kalau disampaikan apakah sesuai kondisi buruh saya katakan tidak sesuai. Kecuali pemerintah menurunkan harga sembako, harga pangan. Itu diturunkan dulu, kalau itu diturunkan misal 20 persen, maka angka 6,5 persen itu bisa mengangkat daya beli," kata Presiden ASPIRASI Mirah Sumirat dilansir dari CNNIndonesia.com, Jumat (29/11).
"Jadi 6,5 persen enggak bikin happy pekerja buruh, harapan kami lebih dari itu," imbuhnya.
Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI) menyatakan bahwa persentase kenaikan tersebut tidak memadai mengingat lonjakan harga kebutuhan pokok.
Mirah, salah seorang perwakilan menjelaskan bahwa secara psikologis setiap kenaikan upah biasanya diikuti dengan kenaikan harga barang dan biaya transportasi.
Oleh karena itu, pemerintah seharusnya memprioritaskan penurunan harga barang sebelum memutuskan untuk menaikkan upah.
"Kalau itu tidak dilakukan maka angka 6,5 persen dalam kondisi seperti ini ya agak berat," katanya.
Presiden Prabowo Subianto sendiri mengumumkan bahwa kenaikan upah minimum untuk tahun 2025 adalah sebesar 6,5 persen, angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 3,6 persen.
"Menaker (Menteri Ketenagakerjaan Yassierli) mengusulkan kenaikan upah minimum 6 persen. Namun setelah membahas juga dan laksanakan pertemuan dengan pimpinan buruh kita ambil keputusan menaikkan rata-rata upah minimum nasional 2025 6,5 persen," ujar Prabowo usai menggelar rapat terbatas bersama menteri terkait di Kantor Presiden, Jumat (29/11).