Redaksi Pewarta.co.id
Sabtu, September 13, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
Banjir Bali Terparah 10 Tahun Terakhir, BMKG Ungkap Penyebab Utamanya. |
PEWARTA.CO.ID — Bali baru saja menghadapi bencana banjir dan longsor terbesar dalam sepuluh tahun terakhir. Peristiwa yang terjadi pada 9–10 September 2025 ini menimbulkan dampak serius di tujuh kabupaten/kota dengan lebih dari seratus titik banjir.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut curah hujan ekstrem menjadi pemicu utama, diperparah dengan kondisi lingkungan yang tidak mendukung.
Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan, Kota Denpasar mencatat titik banjir terbanyak, yakni 81 lokasi. Disusul Gianyar dengan 14 titik, Badung 12 titik, Tabanan 8 titik, Karangasem dan Jembrana masing-masing 4 titik, serta Klungkung di Kecamatan Dawan.
Kondisi ini menjadikan banjir kali ini sebagai yang terparah dalam kurun waktu satu dekade terakhir di Pulau Dewata itu.
Penyebab utama banjir Bali
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menegaskan bahwa intensitas hujan ekstrem menjadi penyebab utama banjir di Bali.
Di Jembrana, tercatat curah hujan harian mencapai 385,5 mm. Angka ini diikuti Tampaksiring dengan 373,8 mm, Karangasem 316,6 mm, Klungkung 296 mm, dan Abiansemal 284,6 mm.
“Padahal, secara klimatologis, hujan di atas 150 mm per hari sudah dikategorikan ekstrem,” ungkap Dwikorita, Jumat (12/9/2025).
Tak hanya itu, beberapa wilayah lain seperti Denpasar Barat, Petang, Kerambitan, dan Padangbai juga melaporkan curah hujan lebih dari 200 mm per hari. Kondisi ini, menurut BMKG, semakin memperbesar potensi banjir besar.
Kombinasi faktor atmosfer regional dan lokal
Dwikorita menjelaskan, tingginya curah hujan dipicu oleh gabungan faktor atmosfer.
“Aktivitas Madden–Julian Oscillation (MJO), gelombang Kelvin, dan Rossby ekuator yang aktif bersamaan dengan kondisi atmosfer labil di Bali memperbesar risiko terbentuknya awan konvektif secara masif,” jelasnya.
Infrastruktur drainase belum memadai
Selain faktor cuaca, BMKG menyoroti kondisi infrastruktur yang ikut memperburuk dampak bencana.
Menurut Dwikorita, sistem drainase di sejumlah wilayah tidak mampu menampung volume air hujan yang terlalu besar. Hal itu diperparah oleh sedimentasi serta tumpukan sampah yang menyumbat aliran air.
“Alih fungsi lahan dari area resapan menjadi permukiman dan komersial juga mengurangi kemampuan tanah menyerap air, sehingga risiko genangan semakin tinggi,” tambahnya.
Sistem peringatan dini sudah dikeluarkan BMKG
BMKG sendiri mengaku telah memberikan peringatan dini sejak awal September 2025. Informasi cuaca ekstrem disampaikan melalui prospek cuaca mingguan, peringatan tiga harian, hingga pembaruan jam-jaman melalui sistem nowcasting saat hujan ekstrem mulai berlangsung.
“Dalam periode 9–10 September saja, BMKG menerbitkan 11 kali pembaruan peringatan dini cuaca ekstrem untuk wilayah Bali,” papar Dwikorita.
Imbauan waspada dan mitigasi
BMKG mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap potensi cuaca ekstrem dalam beberapa hari mendatang.
Dwikorita meminta warga rutin memantau informasi resmi melalui aplikasi, media sosial, maupun televisi.
“Dengan kesiapsiagaan dan mitigasi yang baik, kita bisa meminimalkan risiko bencana akibat cuaca ekstrem yang masih akan berlangsung dalam beberapa hari ke depan,” tutupnya.