Kolaborasi Antara Pemerintah Pusat dan Daerah: Kunci Implementasi UU Kesehatan

1 week ago 16

Hammad Hendra

Hammad Hendra

Kamis, Januari 09, 2025

Perkecil teks Perbesar teks

 Kunci Implementasi UU Kesehatan
Ilustrasi. (Dok. Ist)

PEWARTA.CO.ID - Implementasi Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang didukung oleh Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan, memerlukan kerja sama yang erat antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat.

Kolaborasi ini dianggap sebagai elemen penting dalam mewujudkan transformasi kesehatan yang komprehensif di Indonesia.

Transformasi kesehatan: Enam pilar utama

Ketua Umum Persatuan Gastroenterologi Indonesia (PGI), Prof. Dr. Ari Fahrial Syam, menyoroti pentingnya kerja sama lintas pemangku kepentingan dalam melaksanakan enam pilar transformasi kesehatan, yaitu:

  1. Penguatan layanan primer.
  2. Optimalisasi layanan rujukan.
  3. Ketahanan kesehatan nasional.
  4. Sistem pembiayaan kesehatan yang berkelanjutan.
  5. Pengelolaan sumber daya kesehatan.
  6. Pemanfaatan teknologi kesehatan secara maksimal.

"Transformasi kesehatan ini memerlukan pemerataan dan evaluasi yang terus-menerus agar pelaksanaannya tidak menemui kendala," jelas Prof. Ari.

Academic Health System (AHS) sebagai solusi

Untuk memastikan pemerataan dan keberlanjutan, Prof. Ari mengusulkan penerapan Academic Health System (AHS).

Sistem ini menyelaraskan peran berbagai lembaga, seperti:

  • Kementerian Kesehatan dan rumah sakit vertikal.
  • Institusi pendidikan dengan fasilitas riset.
  • Pemerintah daerah yang memiliki akses langsung ke masyarakat.

Manfaat AHS:

  • Distribusi tenaga kesehatan menjadi lebih seimbang.
  • Pembiayaan kesehatan yang lebih efisien.
  • Peningkatan riset inovatif untuk menciptakan produk murah yang bermanfaat bagi masyarakat.
  • Pelayanan kesehatan yang fokus pada penurunan angka penyakit.

"AHS dapat memadukan sumber daya manusia, fasilitas pendidikan, serta layanan kesehatan yang dimiliki institusi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat di tingkat daerah," tambah Prof. Ari.

Kemandirian dalam produksi alat kesehatan dan obat

Penerapan AHS juga mendorong kemandirian Indonesia dalam memproduksi alat kesehatan, obat-obatan, dan vaksin.

Prof. Ari menekankan bahwa pemerintah harus mendukung regulasi yang dapat:

  • Mengurangi ketergantungan pada impor.
  • Memperkuat penggunaan produk-produk inovasi lokal.

"Negara-negara seperti India, Tiongkok, Turki, Korea Selatan, dan Jepang telah memimpin produksi alat kesehatan berteknologi tinggi.

Indonesia harus segera menyusul dengan memperbanyak inovasi lokal dan memastikan produknya tersedia di pasar dalam negeri," ungkapnya.

Regulasi yang mendukung riset inovatif

Prof. Ari juga mendorong peningkatan riset inovatif, terutama di institusi pendidikan, agar produk yang dihasilkan dapat digunakan oleh masyarakat dengan harga terjangkau.

Selain itu, rekomendasi dari Health Technology Assessment (HTA) harus diimplementasikan oleh Kementerian Kesehatan untuk menekan biaya kesehatan secara keseluruhan.

"Harus ada regulasi kuat yang mendorong penggunaan produk lokal, karena kualitas produk dalam negeri sebenarnya tidak kalah dibandingkan dengan produk luar," tegasnya.

Keberhasilan implementasi UU Kesehatan sangat bergantung pada kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat.

Dengan mendukung inovasi lokal, memperkuat regulasi, dan memanfaatkan sistem seperti AHS, Indonesia dapat meningkatkan kualitas layanan kesehatan secara efisien, berkelanjutan, dan kompetitif di tingkat global.

Read Entire Article
Bekasi ekspress| | | |