Hammad Hendra
Sabtu, April 19, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
Ilustrasi. Pecah pembuluh darah bisa dicegah, termasuk bagi penyintas stroke. (Dok. Ist) |
PEWARTA.CO.ID - Kondisi pecahnya pembuluh darah di otak atau dikenal sebagai stroke hemoragik bukanlah akhir dari segalanya.
Menurut dr. Andhika Rachman, Sp.PD-KHOM, dokter spesialis penyakit dalam konsultan hemato-onkologi dari RS Cipto Mangunkusumo Kencana, kondisi ini sejatinya dapat dicegah bahkan bagi mereka yang sebelumnya pernah mengalami stroke.
"Pecah pembuluh darah adalah kondisi yang bisa dicegah, bahkan pada mereka yang sudah pernah stroke. Kunci utamanya ada pada pengendalian tekanan darah, gaya hidup sehat, dan pemeriksaan rutin, terutama pada usia lanjut,” kata Andhika dikutip dari Pafipcbangkalankota.org, Jumat (18/4/2025).
Dalam dunia medis, pecahnya pembuluh darah otak sering kali dikaitkan dengan stroke hemoragik.
Kondisi ini terjadi saat pembuluh darah di otak robek, mengakibatkan perdarahan yang bisa merusak jaringan otak secara cepat.
Faktor utama penyebabnya adalah hipertensi kronis, aneurisma otak, hingga kelainan pembuluh darah bawaan seperti malformasi arteri-vena.
Tak hanya itu, cedera kepala akibat jatuh terutama pada lansia dengan pembuluh darah yang lebih rapuh juga dapat menjadi pemicu.
Penggunaan obat pengencer darah, kadar kolesterol tinggi, dan gaya hidup tidak sehat turut memperburuk risiko terjadinya perdarahan di otak.
Stroke sendiri dibagi menjadi dua jenis besar, yaitu stroke iskemik dan hemoragik. Stroke iskemik, yang disebabkan oleh sumbatan aliran darah ke otak, mencakup sekitar 80–85 persen kasus.
Sedangkan stroke hemoragik, akibat pecahnya pembuluh darah otak, menyumbang sekitar 15–20 persen dari total kasus.
“Keduanya bisa sama-sama mengganggu fungsi otak, tetapi stroke karena pecah pembuluh darah cenderung lebih berat dan memiliki angka kematian lebih tinggi,” jelas Andhika.
Meski berisiko tinggi, pencegahan tetap memungkinkan, termasuk bagi mereka yang sudah pernah terkena stroke.
Caranya adalah dengan menjaga tekanan darah tetap stabil, setidaknya memeriksanya sebulan sekali, serta patuh mengonsumsi obat antihipertensi. Pemeriksaan jantung, kadar gula darah, dan kolesterol disarankan dilakukan setiap 3 hingga 6 bulan.
Dalam hal pola makan, dr. Andhika menyarankan untuk mengurangi konsumsi garam, memperbanyak asupan serat, cukup protein, serta menjaga hidrasi tubuh.
Bagi penderita hipertensi, pengendalian asupan natrium sangat penting.
Selain itu, bagi mereka dengan riwayat aneurisma atau pernah mengalami stroke, pemantauan kondisi pembuluh darah otak melalui dokter saraf atau penyakit dalam perlu dilakukan secara berkala.
Upaya pencegahan juga mencakup aspek psikis dan sosial, terutama bagi lansia.
Aktivitas ringan yang menyenangkan dapat membantu menjaga kebugaran mental dan keterlibatan sosial mereka. Olahraga ringan seperti berjalan pagi juga sangat dianjurkan.
Yang tak kalah penting, menghindari stres, berhenti merokok, dan tidak mengonsumsi alkohol menjadi bagian dari gaya hidup sehat yang mendukung pencegahan kondisi ini.
“Edukasi kepada keluarga juga penting agar bisa mendampingi lansia dalam menjaga kesehatannya secara holistik,” tutup dr. Andhika.