KPK Verifikasi Data Tambahan Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji yang Dibawa MAKI

12 hours ago 9

Redaksi Pewarta.co.id

Redaksi Pewarta.co.id

Sabtu, September 13, 2025

Perkecil teks Perbesar teks

KPK Verifikasi Data Tambahan Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji yang Dibawa MAKI
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman. (Dok. Ist)

PEWARTA.CO.ID — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan setiap laporan masyarakat yang masuk akan diproses dengan cermat melalui tahapan verifikasi.

Penegasan ini disampaikan Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, saat menanggapi langkah Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) yang menyerahkan dokumen data tambahan terkait dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji.

“Namun kami pastikan, setiap laporan pengaduan yang diterima KPK, selanjutnya akan dilakukan verifikasi atas validitas informasi dan keterangan yang disampaikan pelapor,” kata Budi, Jumat (12/9/2025).

Menurut Budi, setelah tahap verifikasi, aduan akan ditelaah untuk memastikan apakah substansi laporan tersebut berada dalam ranah kewenangan KPK.

Ia menambahkan, perkembangan hasil laporan masyarakat tidak bisa dibuka ke publik dan hanya dapat diinformasikan kepada pihak pelapor.

“Rangkaian proses pada pengaduan masyarakat juga merupakan informasi yang belum bisa disampaikan kepada masyarakat (dikecualikan). Update tindak lanjutnya hanya bisa disampaikan kepada pelapor,” ujarnya.

Sementara itu, Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, sebelumnya mendatangi Gedung Merah Putih KPK untuk menyerahkan dokumen tambahan. Menurutnya, dokumen tersebut berkaitan dengan dugaan penyimpangan dalam penyelenggaraan haji 2024.

“Saya datang ke KPK menambah data yang terkait dengan dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji, yaitu surat tugas Nomor 956 Tahun 2024 yang dibuat 29 April 2024 oleh Inspektur Jenderal Kementerian Agama, Pak Faisal, ini tanda tangan dengan barcode,” kata Boyamin.

Dalam dokumen itu, lanjut Boyamin, Menteri Agama saat itu, Yaqut Cholil Qoumas (YCQ), bersama sejumlah pihak ditunjuk untuk melakukan pemantauan ibadah haji 2024. Padahal, menurutnya, posisi Yaqut sudah resmi sebagai Amirul Hajj, sehingga penunjukan ganda ini dianggap menyalahi aturan.

“Jadi Menteri Agama dan Staf Khusus nggak boleh jadi pengawas, apalagi Menteri Agama itu sudah jadi Amirul Hajj, sudah dibiayai negara untuk akomodasi dan uang harian,” tegasnya.

Lebih jauh, Boyamin juga mengungkap dugaan adanya pemberian uang harian sebesar Rp7 juta kepada Yaqut selama masa pemantauan haji.

“Nah, diduga juga diberikan juga ini uang harian sebagai pengawas, sehari Rp7 juta, ya kali 15 hari ya berapa itu,” ucapnya.

Ia menilai masalah ini tidak hanya berkaitan dengan dugaan penerimaan uang, tetapi juga menyangkut pelanggaran aturan yang sudah jelas tertuang dalam UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

“Pengawas luar itu DPR, BPK dan BPKP segala macam, pengawas internal itu adalah dari APIP. APIP itu orang-orang Inspektorat Jenderal, inspektur lah, pengawasnya Kementerian Agama,” jelasnya.

“Maka di sini menjadi double, bukan sekadar double anggaran, tapi nggak boleh sebenarnya. Nggak boleh Menteri Agama, Staf Khusus jadi pengawas, karena pengawas harus APIP atau orang dari Inspektorat Jenderal,” sambungnya.

Boyamin menilai kondisi ini menimbulkan konflik kepentingan, karena Menteri Agama berperan ganda sebagai pelaksana sekaligus pengawas ibadah haji 2024, yang menurutnya bertentangan dengan hukum yang berlaku.

Read Entire Article
Bekasi ekspress| | | |