Redaksi Pewarta.co.id
Jumat, Juli 11, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
Ilustrasi. Perjalanan ibadah haji via jalur laut. (Dok. Ist) |
PEWARTA.CO.ID — Wacana penyelenggaraan ibadah haji menggunakan jalur laut kembali mencuat ke publik.
Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menyatakan bahwa ide tersebut saat ini masih sebatas kajian awal dan belum dibahas secara resmi dalam internal kementerian.
Hal ini diungkapkan Nasaruddin usai menghadiri Rapat Terbatas Menteri di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Jumat (11/7/2025).
“Belum ada pembahasan resmi di internal Kementerian Agama. Namun, sudah banyak perusahaan yang pernah datang dan mempersentasikan itu,” kata Nasaruddin, dikutip dari laman Kemenag.
Menurut Nasaruddin, meskipun belum masuk tahap implementasi, wacana ini menarik perhatian sejumlah pihak, termasuk beberapa perusahaan swasta yang telah menyampaikan proposal terkait penyelenggaraan haji melalui jalur laut.
Secara historis, Indonesia bukanlah pendatang baru dalam memberangkatkan jemaah haji lewat jalur laut. Pada masa lalu, keberangkatan haji sempat dilakukan menggunakan kapal-kapal besar seperti Belle Abeto dan Gunung Jati. Namun, proses perjalanan waktu itu membutuhkan durasi yang sangat panjang.
“Dulu jalur laut ada kapal Bele Abeto, ada kapal Gunung Jati, tapi saat itu membutuhkan waktu tiga bulan empat bulan. Nah sekarang ini mungkin kapalnya lebih cepat ya. Saudi Arabia kan juga ada jalur lautnya, tapi terutama untuk pelabuhan dekat-dekat situ, misalnya di Mesir,” jelasnya.
Meski demikian, Nasaruddin menggarisbawahi bahwa perusahaan-perusahaan yang menyampaikan ide ini belum memiliki armada sendiri. Mereka masih mengandalkan kerja sama dengan pihak luar negeri, yang justru dikhawatirkan akan menimbulkan pembengkakan biaya perjalanan haji.
“Perusahaan-perusahaan yang pernah datang ke kantor dan mempersentasikan itu juga belum punya kapal, hanya mungkin kerjasama dengan pihak luar, jadi mungkin jatuhnya mahal,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Menag menyebut bahwa penggunaan jalur laut saat ini lebih populer untuk penyelenggaraan ibadah umrah, bukan haji. Skemanya pun belum menyentuh rute langsung dari Indonesia, melainkan dari negara-negara di sekitar kawasan Timur Tengah.
“Kalau jalur umrah, sudah ada sebetulnya, tapi tidak langsung dari Indonesia. Misalnya calon jemaah terbang dari titik tertentu dulu baru naik kapal pesiar ke titik yang cukup dekat dengan tujuan,” jelasnya.
Hingga kini, Kemenag RI belum memberikan sinyal pasti mengenai kelanjutan wacana ini. Namun, dengan kembali mencuatnya opsi jalur laut, bukan tak mungkin diskusi lebih mendalam akan dilakukan dalam waktu dekat.
Jika efektivitas dan efisiensi biaya dapat dijamin, opsi ini bisa menjadi alternatif menarik untuk menampung tingginya animo masyarakat Indonesia yang ingin menunaikan ibadah haji.