Redaksi Pewarta.co.id
Jumat, Juli 11, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
Ilustrasi. Anak-anak memainkan game online pada perangkat PC. (Foto: Dok. Thx4Stock/Canva) |
PEWARTA.CO.ID — Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mulai bergerak cepat untuk menghadirkan ruang digital yang lebih aman bagi generasi muda.
Salah satu upayanya adalah menyiapkan sistem klasifikasi atau rating khusus untuk game online (gim) yang ramah anak, menyusul kekhawatiran orang tua atas maraknya konten gim yang dinilai belum sesuai usia anak-anak dan remaja.
Langkah ini diperkuat dengan hadirnya Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak (PP TUNAS), yang secara resmi mewajibkan semua penyelenggara sistem elektronik (PSE)—termasuk pengembang dan penerbit gim—untuk menerapkan klasifikasi usia secara ketat dan bertanggung jawab.
“Kita ingin industri gim di Indonesia terus tumbuh secara sehat, tetapi pada saat yang sama, kami juga menerima banyak sekali keluhan dari para orang tua tentang konten-konten yang tidak sesuai untuk anak-anak,” kata Menkomdigi Meutya Hafid, dikutip dari laman resmi, Minggu (6/7/2025).
Dalam pernyataan resminya, Meutya menegaskan bahwa pemerintah tidak berniat melarang peredaran gim tertentu. Namun, penundaan akses akan diberlakukan bagi pengguna yang belum memenuhi batas usia. Ini dimaksudkan sebagai bentuk tanggung jawab bersama, bukan sebagai bentuk sensor.
“Kami tidak melarang gim, tetapi kami menunda akses konten kepada pengguna yang belum cukup usia. Ini bukan soal sensor, tapi soal tanggung jawab bersama dalam menciptakan ruang digital yang aman dan sehat,” tambahnya.
Sebagai contoh, gim dengan konten kekerasan atau kecanduan tinggi hanya bisa dimainkan oleh pengguna berusia 16 tahun ke atas dengan pendampingan, dan secara bebas setelah mencapai usia 18 tahun.
Untuk mendukung pengawasan ini, pemerintah akan mengoptimalkan Indonesia Game Rating System (IGRS) sebagai acuan resmi. IGRS berfungsi tidak hanya sebagai alat bantu bagi orang tua dalam mengontrol akses anak ke gim, tetapi juga sebagai perisai hukum bagi para pelaku industri gim di tanah air.
“IGRS bukan hanya alat bantu untuk orang tua, tapi juga pelindung bagi industri. Dengan menerapkan klasifikasi usia secara jujur, pengembang dan penerbit bisa menghindari risiko pelanggaran hukum,” jelas Meutya.
Aturan baru ini direncanakan mulai diberlakukan secara penuh pada tahun 2026. Sebelum itu, Komdigi akan menjalankan masa transisi dengan gencar melakukan sosialisasi dan diskusi bersama para pengembang gim, agar penerapan sistem rating dapat berjalan efektif dan selaras dengan misi utama: melindungi anak di ruang digital.
Kerja sama juga dilakukan dengan pihak internasional. Komdigi menjalin kemitraan dengan International Age Rating Coalition (IARC), agar sistem klasifikasi di Indonesia dapat sejalan dengan standar global, tanpa mengesampingkan nilai-nilai lokal yang dijunjung masyarakat Indonesia.
Selama ini, klasifikasi gim di Indonesia masih merujuk pada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 2 Tahun 2024, yang memberikan kebebasan bagi pengembang untuk mengelompokkan gim berdasarkan konten dan usia pengguna secara mandiri. Namun, sistem ini dinilai kurang ketat dan belum mampu memberikan perlindungan maksimal terhadap anak-anak dari konten yang tidak sesuai.
Dengan diberlakukannya regulasi baru melalui PP TUNAS dan sistem IGRS yang lebih tegas, pemerintah berharap klasifikasi game online dapat dilaksanakan lebih konsisten dan bertanggung jawab. Tidak hanya memberikan perlindungan, tapi juga mendukung pertumbuhan industri gim nasional yang lebih sehat dan berdaya saing global.