Kejaksaan Agung Serahkan Sembilan Tersangka Kasus Impor Gula ke JPU

9 hours ago 8

Hammad Hendra

Hammad Hendra

Rabu, Mei 21, 2025

Perkecil teks Perbesar teks

Kejaksaan Agung Serahkan Sembilan Tersangka Kasus Impor Gula ke JPU
Kejaksaan Agung serahkan sembilan tersangka kasus impor gula ke JPU. (Dok. Ist)

PEWARTA.CO.ID - Kejaksaan Agung melalui Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) resmi menyerahkan sembilan tersangka dalam perkara korupsi impor gula tahun 2015–2016 ke tangan jaksa penuntut umum (JPU).

Proses pelimpahan atau Tahap II ini juga meliputi sejumlah barang bukti yang berkaitan dengan kasus tersebut.

Pelimpahan berlangsung pada Senin (19/5) dan menandai dimulainya tahap persidangan bagi para tersangka di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"Setelah dilakukan Tahap II, tim jaksa penuntut umum akan segera mempersiapkan surat dakwaan untuk pelimpahan berkas perkara tersebut ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Daftar tersangka

Sembilan orang yang ditetapkan sebagai tersangka berasal dari sejumlah perusahaan swasta besar, yaitu:

  1. TWN (Dirut PT Angels Products)
  2. WN (Presdir PT Andalan Furnindo)
  3. HS (Dirut PT Sentra Usahatama Jaya)
  4. IS (Dirut PT Medan Sugar Industry)
  5. TSEP (Direktur PT Makassar Tene)
  6. HAT (Direktur PT Duta Sugar International)
  7. ASB (Dirut PT Kebun Tebu Mas)
  8. HFH (Dirut PT Berkah Manis Makmur)
  9. ES (Direktur PT Permata Dunia Sukses Utama)

Barang bukti yang diserahkan mencakup tujuh unit kendaraan mewah antara lain Mercedez Benz S 450, Chery Omoda, hingga Hyundai IONIQ 5 serta perangkat elektronik yang relevan dengan kasus ini.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU No. 31/1999 jo UU No. 20/2001) serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Modus dan kronologi

Kasus ini berawal dari rapat koordinasi bidang perekonomian tahun 2015, yang membahas potensi defisit gula kristal putih (GKP) sebanyak 200.000 ton pada Januari - April 2016.

Namun, rapat tersebut tidak pernah menghasilkan keputusan untuk melakukan impor GKP.

Meski belum ada keputusan resmi, delapan perusahaan swasta sudah lebih dulu dihubungi dan diminta bersiap menjadi importir gula kristal mentah (GKM), yang nantinya akan diolah menjadi GKP.

Hal ini dilakukan atas perintah tersangka Charles Sitorus dari PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), yang memerintahkan bawahannya menjalin komunikasi dengan pihak swasta.

"Jadi, sebelum ada penandatanganan kontrak, delapan perusahaan tersebut sudah diundang terlebih dahulu. Sudah diberi tahu bahwa mereka nanti yang akan melakukan pengadaan GKM yang kemudian untuk diolah menjadi GKP dalam rangka stabilisasi harga pasar dan stok gula nasional," ujar Abdul Qohar, Direktur Penyidikan Jampidsus, dalam konferensi pers, Senin (20/1/2025).

Pada Januari 2016, Menteri Perdagangan saat itu, Tom Lembong, mengeluarkan surat penugasan kepada PT PPI untuk mengelola 300.000 ton GKM menjadi GKP bekerja sama dengan produsen gula dalam negeri.

Namun, surat penugasan tersebut justru muncul setelah proses pemilihan perusahaan importir dilakukan secara tertutup.

 "Jadi, penugasannya baru belakangan setelah mereka melakukan rapat empat kali untuk ditunjuk sebagai importir gula," kata Qohar.

PT PPI kemudian membuat perjanjian kerja sama dengan delapan perusahaan tersebut, yang berujung pada diterbitkannya izin impor oleh Kementerian Perdagangan.

Padahal, sesuai ketentuan, impor hanya boleh dilakukan oleh BUMN dan terbatas pada GKP, bukan GKM.

"Terlebih delapan perusahaan gula itu hanya memiliki izin industri sebagai produsen gula rafinasi," ujarnya.

Kejanggalan lainnya terjadi saat Tom Lembong menerbitkan izin impor GKM kepada PT Kebun Tebu Mas (KTM) sebanyak 110.000 ton pada 7 Juni 2016.

Gula hasil olahan dari proses ini tidak didistribusikan oleh PT PPI, melainkan dijual oleh perusahaan swasta melalui distributor afiliasi dengan harga Rp16.000/kg jauh lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi (HET) saat itu sebesar Rp13.000/kg.

PT PPI bahkan menerima fee dari delapan perusahaan sebesar Rp105/kg dari hasil penjualan tersebut.

"Dengan adanya penerbitan persetujuan impor GKM menjadi gula GKP oleh Menteri Perdagangan saat itu, saudara TTL selaku tersangka, kepada para tersangka yang merupakan pihak swasta, menyebabkan tujuan stabilisasi harga dan pemenuhan stok gula nasional dengan cara operasi pasar pada masyarakat tidak tercapai," pungkas Qohar.

Read Entire Article
Bekasi ekspress| | | |