Hammad Hendra
Senin, Mei 19, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
Eks Ketua PN Surabaya, Rudi Suparmono saat menunggu pembacaan dakwaan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (19/5/2025). (Dok. RM) |
PEWARTA.CO.ID - Mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dan PN Jakarta Pusat, Rudi Suparmono, tengah menghadapi dakwaan atas dugaan penerimaan gratifikasi dan suap senilai total lebih dari Rp22 miliar selama masa jabatannya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung, Bagus Kusuma Wardhana, dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Senin (19/5/2025), mengungkapkan bahwa gratifikasi yang diterima Rudi mencapai Rp21,85 miliar.
Angka tersebut terdiri dari berbagai bentuk mata uang, yakni Rp1,72 miliar dalam bentuk rupiah, 383.000 dolar Amerika Serikat (setara Rp6,28 miliar dengan kurs Rp16.400), dan 1,09 juta dolar Singapura (setara Rp13,85 miliar dengan kurs Rp12.600).
"Gratifikasi berupa uang dalam bentuk rupiah dan mata uang asing ini dianggap sebagai pemberian suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajibannya," kata JPU dalam sidang tersebut.
Menurut jaksa, uang gratifikasi itu awalnya disimpan oleh Rudi di kediaman pribadinya yang berlokasi di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat.
Saat tim penyidik dari Kejaksaan Agung melakukan penggeledahan pada 14 Januari 2025, seluruh uang tersebut ditemukan di rumah tersebut.
Selain tidak melaporkan gratifikasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam jangka waktu 30 hari setelah penerimaan, Rudi juga diduga tidak mencantumkan harta tersebut dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
"Rudi juga tidak melaporkan adanya harta kekayaan dalam bentuk uang tunai itu ke dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), padahal penerimaan tersebut tanpa alasan yang sah menurut hukum," ungkap JPU.
Tak hanya gratifikasi, Rudi juga disebut menerima suap senilai 43.000 dolar Singapura (sekitar Rp541,8 juta) terkait penanganan perkara pidana yang melibatkan terpidana Ronald Tannur.
Uang tersebut diduga berasal dari penasihat hukum Ronald, Lisa Rachmat, sebagai imbalan agar Rudi menunjuk majelis hakim yang diharapkan pihak terdakwa.
Atas seluruh perbuatannya, Rudi Suparmono didakwa melanggar sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah melalui UU Nomor 20 Tahun 2001.
Dakwaan mencakup Pasal 12 huruf a, huruf b, Pasal 5 ayat (2), Pasal 11, serta Pasal 12B junto Pasal 18.
Sidang lanjutan atas perkara ini dijadwalkan akan menghadirkan sejumlah saksi dan bukti tambahan dari pihak penuntut.
Perkara ini menjadi sorotan publik karena melibatkan seorang pejabat tinggi pengadilan yang seharusnya menjadi simbol integritas dalam sistem peradilan.