Redaksi Pewarta.co.id
Selasa, Desember 02, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
| Ilustrasi. Bendera NU |
PEWARTA.CO.ID — Konflik internal di tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memasuki babak baru yang semakin panas. Perseteruan antara jajaran Syuriyah dan Tanfidziyah kini menyeruak ke publik setelah beredarnya surat yang menyatakan pemberhentian Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) dari posisi Ketua Umum PBNU.
Kisruh ini tak hanya memantik reaksi dari para pengurus pusat, tetapi juga mengundang perhatian para sesepuh NU di sejumlah pesantren besar.
Polemik yang berlangsung selama sepekan terakhir bahkan memunculkan dua arus keputusan yang saling bertolak belakang, yakni Syuriyah yang mencabut mandat ketua umum, dan Gus Yahya yang merombak jajaran pengurus dalam tubuh Tanfidziyah.
Di tengah ketegangan, pernyataan resmi dari Rais Aam PBNU serta gerakan para kiai sepuh turut membentuk dinamika baru yang semakin menentukan arah konflik ini.
Berikut rangkuman lengkap perkembangan terbaru konflik PBNU dalam sepekan terakhir.
Surat Syuriyah yang copot Gus Yahya dari jabatan Ketum PBNU
Konflik memuncak saat sebuah surat edaran yang ditandatangani secara elektronik oleh Wakil Rais Aam PBNU Afifuddin Muhajir dan Katib Syuriyah Ahmad Tajul Mafakhir tersebar di publik.
Surat tersebut merupakan hasil rapat harian Syuriyah PBNU pada 20 November di Jakarta, yang memerintahkan Gus Yahya untuk mengundurkan diri dalam waktu tiga hari.
Berdasarkan surat itu, jika Gus Yahya tidak mundur sesuai batas waktu, maka ia otomatis diberhentikan dari jabatan ketua umum.
Surat tersebut berbunyi tegas:
"Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada butir 2 di atas, maka KH. Yahya Cholil Staquf tidak lagi berstatus sebagai Ketua Umum PBNU terhitung mulai 26 November 2025 pukul 00.45 Wib."
Butir lanjutan menyebutkan bahwa Gus Yahya tidak lagi berhak menggunakan atribut, fasilitas, maupun kewenangan yang melekat pada jabatan Ketum PBNU. Selama kekosongan jabatan, kepemimpinan penuh berada pada Rais Aam KH Miftachul Akhyar.
Namun, Gus Yahya dengan tegas menolak keputusan tersebut. Ia menyatakan posisinya sebagai ketua umum tetap sah dan konstitusional.
"Saya masih tetap dalam jabatan saya sebagai Ketua Umum berdasarkan konstitusi organisasi dan juga berdasarkan pengakuan dari seluruh jajaran pengurus NU di semua tingkatan di seluruh Indonesia," kata Yahya.
Gus Yahya balik langkah: Copot Sekjen dan Bendahara Umum
Tidak lama setelah surat pemecatan itu beredar, kubu Tanfidziyah melakukan langkah balasan. Gus Yahya memimpin rapat harian Tanfidziyah di Kantor PBNU, Kramat Raya, Jumat (28/11/2025), dan mengeluarkan sejumlah keputusan strategis berupa pergantian pengurus.
Salah satu keputusan yang paling menyedot perhatian ialah pencopotan Saifullah Yusuf (Gus Ipul) dari posisi Sekretaris Jenderal PBNU.
Keputusan rapat itu menyatakan:
"H. Saifullah Yusuf dari posisi semula sebagai Sekretaris Jenderal PBNU ke posisi sebagai Ketua PBNU."
Perombakan tidak berhenti di situ. Beberapa posisi strategis lain turut digeser, antara lain:
- KH Masyhuri Malik dari Ketua PBNU menjadi Wakil Ketua Umum
- Gudfan Arif dari Bendahara Umum menjadi Ketua PBNU
- Amin Said Husni ditunjuk sebagai Sekjen PBNU menggantikan Gus Ipul
- Sumantri naik dari Bendahara menjadi Bendahara Umum
Langkah cepat dan tegas ini memperlihatkan bahwa kubu Tanfidziyah tidak mengakui surat pemberhentian yang dikeluarkan Syuriyah.
Rais Aam PBNU tegaskan Gus Yahya sudah bukan ketua umum
Pernyataan paling krusial datang dari Rais Aam KH Miftachul Akhyar. Dalam sebuah pertemuan bersama para Syuriyah dan 36 PWNU di Kantor PWNU Jawa Timur, Surabaya, Sabtu (29/11/2025), ia menegaskan bahwa status Gus Yahya sebagai ketua umum telah berakhir.
"Terhitung mulai tanggal 26 November 2025 pukul 00.45 WIB, KH Yahya Cholil Staquf tidak lagi berstatus sebagai Ketua Umum PBNU. Sejak saat itu, kepemimpinan PBNU sepenuhnya berada di tangan Rais Aam," katanya.
Pernyataan ini sekaligus meresmikan posisi Rais Aam sebagai pemegang kendali penuh PBNU selama masa kekosongan jabatan ketua umum.
Tim pencari fakta dibentuk untuk investigasi polemik
Dalam kesempatan yang sama, Miftachul Akhyar juga mengumumkan pembentukan tim pencari fakta (TPF) guna menyelidiki berbagai isu yang berkembang terkait polemik internal PBNU.
Ia menegaskan perlunya investigasi menyeluruh karena banyaknya informasi di publik yang dinilai simpang siur.
"Selanjutnya untuk mendapatkan kesahihan dari berbagai informasi tersebut, kami akan menugaskan tim pencari fakta melakukan investigasi secara utuh dan mendalam terhadap berbagai informasi yang berkembang di tengah-tengah masyarakat."
Tim tersebut dipimpin oleh dua Wakil Rais Aam PBNU:
- KH Anwar Iskandar
- KH Afifuddin Muhajir
Keduanya diharapkan mampu memberikan laporan objektif dan rekomendasi yang dapat meredakan ketegangan internal.
Muktamar NU segera digelar
Untuk mengembalikan roda organisasi berjalan normal, Miftachul menegaskan bahwa PBNU akan menggelar muktamar dalam waktu dekat.
"Untuk memastikan berjalannya roda organisasi secara normal maka akan laksanakan rapat pleno atau muktamar dalam waktu segera. Ya, dalam waktu segera," ujarnya.
Muktamar ini diperkirakan menjadi momentum krusial untuk menentukan legitimasi kepemimpinan PBNU ke depan.
Sesepuh NU dorong islah dan redam pernyataan di media
Di tengah memanasnya situasi, sejumlah kiai sepuh membentuk Forum Musyawarah Sesepuh Nahdlatul Ulama sebagai upaya menenangkan keadaan. Pertemuan berlangsung di Pondok Pesantren Al-Falah Ploso, Kediri, Minggu (30/11/2025).
Para sesepuh yang hadir baik langsung maupun daring antara lain:
- KH Anwar Manshur (Lirboyo)
- KH Nurul Huda Djazuli (Ploso)
- KH Ma'ruf Amin
- KH Said Aqil Siroj
- KH Abdullah Kafabihi Mahrus
- KH Abdul Hannan Ma’shum
- KH Kholil As’ad
- KH Ubaidillah Shodaqoh
- KH dr Umar Wahid
- KH Abdulloh Ubab Maimoen
Melalui Jubir Pesantren Lirboyo, KH Oing Abdul Muid (Gus Muid), para kiai sepuh menyampaikan pernyataan sikap.
"Forum Sesepuh Nahdlatul Ulama menyampaikan keprihatinan mendalam atas kondisi yang terjadi di lingkungan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama saat ini dan berharap bisa segera terjadi islah."
Lebih lanjut, mereka meminta semua pihak di PBNU menahan diri, terutama terkait pernyataan terbuka di media.
"Terlebih yang berkaitan dengan hal-hal yang dapat membuka aib dan berpotensi merusak marwah jam'iyyah," ucap Gus Muid.
Seruan islah ini menjadi sinyal penting bahwa para sesepuh NU menginginkan penyelesaian damai tanpa memperkeruh suasana.
Konflik PBNU kini memasuki fase yang menentukan. Dengan adanya surat pemberhentian, langkah balasan Tanfidziyah, pernyataan tegas Rais Aam, pembentukan tim pencari fakta, hingga desakan islah dari para kiai sepuh, arah masa depan kepemimpinan PBNU masih terus menunggu titik temu.



















































