Hammad Hendra
Senin, Mei 26, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
Pemerintah siapkan insentif ekonomi: Diskon listrik 50% dan usulan penurunan PPN jadi 9%. (Dok. PLN) |
PEWARTA.CO.ID - Dalam upaya menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional tetap berada di kisaran 5%, pemerintah berencana meluncurkan enam insentif pada 5 Juni 2025.
Salah satu bentuk insentif yang menonjol adalah pemberian diskon tarif listrik hingga 50%. Langkah ini diyakini mampu memperkuat daya beli masyarakat dan mendorong konsumsi domestik.
Diskon listrik diusulkan diperluas ke golongan 2.200 VA
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, menyambut baik kelanjutan insentif tarif listrik.
Namun, ia menilai kebijakan tersebut perlu menjangkau lebih luas dari sekadar pelanggan dengan daya listrik di bawah 1.300 VA.
"Diskon tarif listrik dilanjutkan hal yang positif asalkan golongannya sampai 2.200 VA, bukan hanya di bawah 1.300 VA," tegas Bhima kepada Okezone, Jakarta, Minggu (25/5/2025).
Bhima menjelaskan bahwa pelanggan listrik 2.200 VA sebagian besar berasal dari kalangan menengah, termasuk penghuni rumah kontrakan dan kos-kosan para karyawan.
Oleh karena itu, menurutnya mereka pun layak mendapatkan dukungan melalui insentif ini.
Pemerintah sendiri menargetkan diskon ini akan menyasar sekitar 79,3 juta rumah tangga selama periode Juni hingga Juli 2025, dengan fokus pada pengguna daya listrik rendah.
Usulan penurunan tarif PPN untuk dorong konsumsi
Selain insentif listrik, Bhima juga mengajukan usulan pemangkasan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 9%.
Ia meyakini bahwa kebijakan ini bisa mendorong masyarakat untuk lebih banyak membelanjakan uang mereka, sehingga pertumbuhan ekonomi bisa terdongkrak lebih tinggi.
"Industri pengolahan, khususnya yang berorientasi pasar dalam negeri, akan mendapat manfaat terbesar dari pemangkasan tarif PPN," kata Bhima.
Bhima menambahkan bahwa meskipun PPN dipangkas, penerimaan negara bisa tetap positif.
Hal ini menurutnya akan terjadi karena peningkatan belanja masyarakat bisa meningkatkan penerimaan dari pajak lainnya, seperti PPh badan dan PPh 21.
Ia juga mencontohkan beberapa negara seperti Vietnam, Irlandia, dan Jerman yang telah sukses menerapkan kebijakan serupa untuk memulihkan daya beli pasca pandemi.
PTKP dan subsidi upah juga masuk usulan
Bhima turut mengusulkan peningkatan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) guna memperluas ruang belanja masyarakat kelas menengah.
Saat ini, PTKP ditetapkan sebesar Rp54 juta per tahun, atau setara Rp4,5 juta per bulan.
"Idealnya PTKP bisa dinaikkan jadi Rp7-8 juta per bulan karena kelas menengah juga butuh stimulus perpajakan," saran Bhima.
Terkait dengan subsidi upah, Bhima menekankan pentingnya menentukan besaran yang cukup signifikan agar bisa berdampak pada konsumsi masyarakat. Ia menyarankan subsidi sebesar 30% dari gaji sebagai acuan ideal.
"Jika subsidi upahnya di bawah Rp600 ribu per bulan, maka daya dorong ke konsumsi rumah tangga bakal terbatas," pungkasnya.